Gema gong merambat ke segala penjuru desa, lalu perlahan mereda. Saat itulah, para tamu undangan dipersilakan duduk bersila di atas tikar pandan. Mereka membentuk lingkaran, mengelilingi hidangan yang masih tertutup rapi dengan tudung saji dari anyaman daun pandan.
Para tetua adat dan pejabat menempati tempat khusus di sebuah bangunan menyerupai gazebo panjang. Hiasannya sederhana dari daun kelapa yang melambai-lambai di atas, sementara kerupuk khas daerah digantung rapi setiap setengah meter di hiasan daun kelapa, yang menambah semarak sekaligus mengingatkan pada kebersahajaan kampung.
Tak lama kemudian, tudung saji diangkat. Seketika, aroma ikan bakar dan gulai sapi menyeruak, memanjakan penciuman setiap orang yang hadir. Bau bumbu rempah yang kuat membuat perut bergejolak lapar.
Di dalam hidangan tersaji lima piring berbeda, dua piring sayur, satu ikan bakar, satu gulai sapi berkuah kental, dan satu kue tradisional. Di luar tudung saji, nasi putih, air bening, dan air berasa juga tersaji sebagai simbol kesederhanaan
Semua yang terhidang bukan hasil tangan koki ternama atau desainer acara profesional, melainkan dikerjakan dengan penuh cinta oleh masyarakat setempat.
