Month: March 2023

  • Tindak Pidana Korupsi (Bag 2)

    pid.kepri.polri.go.id-

    1. Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Dapat Menyelamatkan Kekayaan Negara
      Korupsi merupakan tindak pidana dan bentuk pelanggaran hukum yang harus diusut dan diungkap oleh Polri sebagai aparat penegak hukum. Tindak pidana korupsi yang tidak hanya terjadi di Pusat namun juga telah menjalar ke daerah menempatkan satuan Polres yang tersebar di seluruh wilayah Indoensia menempati posisi strategis. Peran Polri di tingkat Polres sangat ditunggu oleh masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana korupsi sehingga kekayaan negara dapat diselamatkan.
      Berikut ini akan digambarkan tentang penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan Oleh Polri di tingkat Polres, dapat mempengaruhi penyelamatan kekayaannegara,antaralain:
    2. Penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polres akan dapat mengungkap para pejabat daerah yang melakukan korupsi sehingga setelah mereka ditangkap dan diadili harus mengembalikan dana / uang yang dikorupsi tersebut kepada negara.
    3. Penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polres akan dapat menjadi efek jera bagi para pejabat daerah untuk tidak berniat melakukan korupsi. Dalam setiap kebijakan yang dibuat, para pejabat daerah akan berhati-hati dan tidak menyalahgunakan wewenang yang mengarah pada tindakan korupsi karena akan berhadapan dengan penyidik Polres.

    c.Penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polres akan dapat mengungkap tindakan gratifikasi yang dilakukan oleh para pengusaha / rekanan / pihak ketiga dan penguasa dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah sehingga akan memperkecil dan menghilangkan potensi kerugian negara akibat perilaku korupsi.

    Penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polres akan dapat menyelamatkan proses penyaluran dan penggunaan anggaran dalam APBD sesuai dengan peruntukannya kepada masyarakat. Pengawasan terhadap penggunaan APBD yang dilakukan oleh Polri akan mengungkap tindakan ”mark up” anggaran dan kebocoran anggaran sehingga uang negara dapat diselamatkan.

    sumber : hukumonline.com

    Penulis     : Juliadi Warman

    Editor      : Firman Edi

    Publisher : Firman Edi

  • Jerat Hukum Merusak Tembok Rumah Orang Lain

    Jerat Hukum Merusak Tembok Rumah Orang Lain

    pid.kepri.polri.go.id- Ditinjau dari segi hukum pidana, perbuatan sengaja merusak tembok rumah orang lain diatur dalam Pasal 200 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) :

    Barang siapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung atau bangunan diancam:

    1. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang;
    2. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
    3. dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.
    4. Mengenai pasal ini,  Soesilodalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum, maka perbuatan ini harus dilakukan dengan sengaja dan harus mendatangkan akibat-akibat sebagaimana terdapat dalam Pasal 200 angka 1-3 KUHP.
    5. Sehingga, jika perbuatan tetangga Anda yang memaku tembok rumah Anda hingga rusak/retak dilakukan dengan sengaja dan menimbulkan bahaya-bahaya yang disebutkan di atas, maka tetangga Anda dapat diacam pidana sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 200 KUHP.
    6. Lantas, bagaimana jika yang bersangkutan tidak sengaja? Apakah ia tetap dapat dijerat hukum?
    7. Hukumnya Jika Tidak Sengaja Merusak Tembok Rumah Orang Lain
    8. Dalam hal perbuatan memaku tembok rumah hingga rusak/retak itu dilakukan dengan tidak sengaja, kurang hati-hati, atau karena kealpaan maka yang bersangkutan dapat dijerat pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 201 KUHP:

    Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan gedung atau bangunan dihancurkan atau dirusak, diancam:

    1. dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika perbuatan itu menimbulkan bahaya umum bagi barang;
    2. dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa orang;
    3. dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati.

    Sehingga, jika perbuatan yang bersangkutan memenuhi unsur di atas, maka ia dapat dijerat Pasal 201 KUHP.

    Sebagai catatan, masing-masing jumlah denda dalam Pasal 200 dan 201 KUHP tersebut dilipatgandakan menjadi 1.000 kali sesuai ketentuan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Contoh Putusan Pidana Perusakan Tembok Rumah

    Contoh kasus seseorang yang dipidana karena merusak tembok rumah dapat kita temui dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 249 K/Pid/2009. Dalam persidangan terungkap fakta bahwa kedua terdakwa telah melakukan pembongkaran atas rumah korban sehingga rumah tersebut hancur, dan perbuatan tersebut dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang (hal. 9). Dalam dakwaan dijelaskan bahwa rumah tersebut dirusak dan

    dihancurkan dengan cara tembok dan dindingnya dipukul-pukul dengan menggunakan palu besar, linggis, tembilang dan balok kayu (hal. 2).

    Atas perbuatannya, kedua terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung atau bangunan yang dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang berdasarkan Pasal 200 ke-1 KUHP, dengan pidana penjara masing-masing selama 6 bulan.

    sumber : hukumonline.com

    Penulis     : Fredy Ady Pratama

    Editor       : Firman Edi

    Publisher : Alex

  • Pengurangan Ancaman Pidana Menurut KUHP (Bag 2)

    pid.kepri.polri.go.id- Apakah terdakwa yang sopan di persidangan bisa menjadi alasan peringan pidana?

    Dalam praktiknya, majelis hakim dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan alasan-alasan yang meringankan dan memberatkan pidana. Salah satu alasan yang kerap digunakan sebagai alasan yang meringankan pidana ialah “terdakwa berlaku sopan di persidangan”.

    Sebagai contoh, kita dapat merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006 Tahun 2006. Dalam pertimbangannya, majelis hakim memaparkan hal-hal yang meringankan pidana terdakwa, yaitu

    1. Terdakwa berlaku sopan di persidangan;
    2. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
    3. Terdakwa belum pernah dihukum;
    4. Terdakwa menyesali perbuatannya.

    Contoh lainnya, dapat Anda lihat pada tingkat kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015, hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu (hal. 80):

    1. Terdakwa belum pernah dihukum;
    2. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

    Putusan tingkat kasasi tersebut kemudian diperkuat kembali dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 115 PK/PID.SUS/2017. Sehingga, memang dalam praktiknya, alasan “terdakwa berlaku sopan di persidangan” dapat menjadi hal-hal yang meringankan pidana.

    Dwi Hananta dalam jurnalnya berjudul Pertimbangan Keadaan-Keadaan Meringankan dan Memberatkan dalam Penjatuhan Pidana, terkait pertimbangan bahwa terdakwa sopan di persidangan, hal ini sebenarnya kurang tepat dipertimbangkan sebagai keadaan meringankan. Sebab, bersikap sopan di persidangan adalah kewajiban setiap orang (hal. 99).

    Perlu diperhatikan, jika memang sama sekali tidak ada keadaan yang meringankan yang bisa dipertimbangkan, hakim memiliki alasan untuk tidak mencantumkannya. Namun sepanjang keadaan meringankan tersebut masih ada, hakim tetap harus mempertimbangkannya. Karena, pertimbangan mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa harus termuat dalam surat putusan pemidanaan (hal. 104).

    Jika keadaan meringankannya sedemikian rupa tidak setimpal dengan keadaan memberatkan, hakim tetap dapat menjatuhkan putusan pidana maksimum. Syaratnya ketidaksetimpalan antara keadaan memberatkan dan keadaan meringankan tersebut juga dijelaskan dalam peritmbangan putusan (hal. 104).

    Masih dari jurnal yang sama, pertimbangan keadaan meringankan harus memenuhi karakteristik dengan batasan (hal. 105-106):

    1. Bentuknya berupa sifat, perihal, suasana atau situasi yang berlaku yang berkaitan dengan tindak pidana;
    2. Rumusannya ditemukan di luar dari tindak pidananya itu sendiri;
    3. Menggambarkan tingkat keseriusan tindak pidananya atau tingkat bahayanya si pelaku;
    4. Dapat merupakan upaya pelaku untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat keseriusan dari tindak pidana (atau mengembalikan keadaan yang terganggu akibat tindak pidana kepada keadaan semula);
    5. Keadaan-keadaan yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan, yang mengurangi tingkat keseriusan dari tindak pidananya atau ancaman bahaya dari pelakunya; dan/atau
    6. Keadaan-keadaan yang dapat menjadi pertimbangan faktor sosiologis terkait kemanfaatan dari pemidanaan yang dijatuhkan.

    Namun demikian, dalam menjatuhkan pidana dalam putusannya, menurut hemat kami, majelis hakim juga harus mempertimbangkan terpeliharanya rasa keadilan di masyarakat. Penting bagi hakim untuk mempertimbangkan rasa keadilan dan prinsip kemanusiaan tetapi hukum juga harus tegas. Sehingga dalam mengambil putusan hakim haruslah mempertimbangkan hukum normatif dan rasa keadilan masyarakatnya.

    sumber : hukumonline.com

    Penulis      : Joni Kasim

    Editor       : Firman Edi

    Publisher : Alex

  • Ancaman Hukum Pidana Bagi Pelaku Tabrak Lari

    pid.kepri.polri.go.id- Pengemudi kendaraan bermotor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka, baik luka ringan maupun luka berat, atau meninggal dunia diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur Pasal 310 ayat (2), (3), dan (4) UU LLAJ yang berbunyi:

    1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
    2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
    3. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)

    Tidak hanya itu, pengemudi juga wajib memberikan bantuan biaya pengobatan untuk korban cedera, serta bantuan biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman bagi korban meninggal dunia sebagaimana diatur dalam Pasal 235 UU LLAJ. Sayangnya kewajiban untuk memberikan bantuan biaya ini tidak disertai dengan adanya sanksi hukum yang memaksa.

    Perlu digarisbawahi, pemberian bantuan biaya ini tidak menghapus tuntutan pidana kepada pengemudi tersebut. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dibaca dalam artikel Apakah Perdamaian dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Menggugurkan Tuntutan?.

    Di sisi lain, pasal yang terkait tabrak lari lainnya juga menyebutkan setiap pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu lintas juga memiliki tanggung jawab antara lain wajib:

    1. menghentikan kendaraan yang dikemudikannya;
    2. memberikan pertolongan kepada korban;
    3. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) terdekat; dan
    4. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan
    1. Apabila pengemudi dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat melaksanakan kewajiban menghentikan kendaraan dan memberi pertolongan, setidaknya ia harus segera melaporkan diri kepada Kepolisian terdekat.
    2. Terkait dengan tanggung jawab pengemudi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas, di masyarakat dikenal istilah “tabrak lari” yaitu mengemudikan kendaraan dan terlibat kecelakaan, tetapi tidak menghentikan kendaraan dan tidak memberikan pertolongan kepada korban. Untuk pengemudi yang menyebabkan tabrak lari ini selain dikenakan Pasal 310 UU LLAJ, juga dapat dikenakan Pasal 312 UU LLAJyang berbunyi:
    3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintaskepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

    Ternyata, sanksi untuk pengemudi tabrak lari tidak kalah beratnya dengan sanksi untuk penyebab kecelakaan lalu lintas itu sendiri.

    Sebagaimana yang kami telah sampaikan di atas, kewajiban untuk memberi bantuan biaya diatur dalam UU LLAJ, tetapi tidak disertai dengan ancaman sanksi jika tidak dilakukan. Akan tetapi, hakim bisa saja menetapkan terdakwa untuk memberi bantuan biaya kepada korban seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1212 K/Pid/2011 (hal. 4).

    Upaya Pemblokiran Kendaraan Tabrak Lari

    Terkait dengan aturan yang menyangkut kasus tabrak lari, belakangan Polri menerbitkan peraturan terbaru yang membahas mengenai registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor yang tertuang dalam Perpol 7/2021.

    Yang mana dalam aturan tersebut, upaya pemblokiran kendaraan yang digunakan oleh pelaku tabrak lari dapat dilakukan karena terkait dengan penegakan hukum pelanggaran lalu lintas.

    Dalam Pasal 87 ayat (1) Perpol 7/2021, unit pelaksana Regident Ranmor dapat memblokir data kendaraan bermotor yang dikendarai oleh pelaku tabrak lari baik data Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) ataupun Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) guna kepentingan penegakan hukum pelanggaran lalu lintas yang sebelumnya diajukan oleh penyidik.

    sumber : hukumonline.com

    Penulis     : Fredy Ady Pratama

    Editor       : Firman Edi

    Publisher : Alex

  • Kapolsek Batam Kota Gelar Konferensi Pers Ungkap Pelaku Curat Rokok

    Kapolsek Batam Kota Gelar Konferensi Pers Ungkap Pelaku Curat Rokok

    Pid.kepri.polri.go.id – Kapolsek Batam Kota AKP Betty Novia menggelar Konferensi Pers Ungkap Pelaku Curat Rokok di dampingi oleh Kasihumas Polresta Barelang AKP Tigor Sidabariba, SH, Kanit Reskrim Polsek Batam Kota Ipda Hasmir, SH bertempat di Mako Polsek Batam Kota. Rabu (29/03/2023)

    Pelaku yang di amankan berinisial EG (29 tahun) dan AN (28 tahun) yang di tangkap di Simpang Dam Kampung Aceh Kec. Sei Beduk Kota Batam

    Kapolsek Batam Kota AKP Betty Novia menjelaskan kronologis kejadian pada saat pelapor masuk kerja di PT. Circleka Indonesia Utama pada hari rabu tanggal 21 Desember 2022, Kepala gudang memberitahukan bahwa Pintu Gudang Belakang sudah terbuka, mengetahui hal tersebut pelapor langsung mengecek CCTV, terihat para pelaku menggunakan penutup muka dengan menggunakan baju yang di pakainya merusak pintu gerbang plat besi dibagian belakang.

    Pelaku juga telah mengambil barang berharga Rokok merk Sampoerna Mild 16 Slop atau sebanyak 3 Dus, dan minuman ringan dari gudang perusahaan sekira dari pukul 03.00 s/d pukul 05.00 Wib, kemudian pelapor melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Batam Kota.

    Menerima laporan tersebut, kemudian unit Reskrim Polsek Batam Kota melakukan serangkaian Penyelidikan dan pada tanggal 08 Maret 2023 mendapatkan informasi bahwa pelaku sedang berada di Simpang Dam Kampung Aceh Kota Batam. selanjutnya Pelaku berhasil di amankan dan di bawa ke Polsek Batam Kota.

    Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N, SH, SIK, MH melalui Kapolsek Batam Kota AKP Betty Novia mengatakan sebelum melakukan aksinya, para pelaku berkumpul di Simpang Dam dengan mempersiapkan alat yakni 1 buah Obeng, 1 buah linggis, 1 kunci inggris dengan memakai sepeda motor beat warna hitam milik pelaku AN.

    Kemudian di tempat kejadian Pelaku loncat ke masuk gedung perusahaan dengan membongkar dan mencongkel menggunakan obeng dan linggis, saat ada celah pelaku masuk ke dalam gudang dan mengambil 16 Slop Rokok dan minuman, dan menjual barang tersebut. Hasil penjualan Rokok dan minuman digunakan untuk Happy Happy di Simpang Dam Kampung Aceh.

    Atas perbuatannya para pelaku di jerat dengan Pasal 363 K.U.H.Pidana, Dengan Ancaman Penjara Paling Lama 7 Tahun Penjara Ungkap Kapolsek Batam Kota AKP Betty Novia.