kepri.polri.go.id- Berbicara mengenai pornografi, telah ada beberapa undang-undang yang mengatur substansi yang dimaksud, antara lain:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”); dan
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi(“UU Pornografi”).
Dalam Bab XIV KUHP diatur tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan, tetapi tidak diatur mengenai definisi kesusilaan. Demikian juga dengan UU ITE, Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur larangan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Dari ketiga undang-undang yang dimaksud, Pasal 1 angka 1 UU Pornografi lebih jelas memberikan definisi mengenai Pornografi, yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, definisi tersebut dapat diterapkan dalam diskusi ini.
Secara teoritis-normatif, foto atau rekaman video hubungan seksual disebut Pornografi apabila foto atau rekaman tersebut melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi mengatur larangan perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
- persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
- kekerasan seksual;
- masturbasi atau onani;
- ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
- alat kelamin; atau
- pornografi anak
Untuk ancaman hukumannya sendiri diatur dalam Pasal 29 terkait Pasal 4 ayat (1) dapat dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar. Sedangkan dalam Pasal 30 terkait Pasal 4 ayat (2) dapat dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp3 miliar. Lalu bagi orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud Pasal 5, menurut Pasal 31 dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar. Adapun Pasal 32 menjelaskan setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.(sumber UU Pornografi)
Penulis : Adrian Boby
Editor : Nora Listiawati
Publisher : Adrian Boby