• Sun. Oct 6th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Pengurangan Ancaman Pidana Menurut KUHP (Bag II)

Bysusi susi

Dec 4, 2023

pid.kepri.polri.go.id- Apakah terdakwa yang sopan di persidangan bisa menjadi alasan peringan pidana?

Dalam praktiknya, majelis hakim dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan alasan-alasan yang meringankan dan memberatkan pidana. Salah satu alasan yang kerap digunakan sebagai alasan yang meringankan pidana ialah “terdakwa berlaku sopan di persidangan”.

Sebagai contoh, kita dapat merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006 Tahun 2006. Dalam pertimbangannya, majelis hakim memaparkan hal-hal yang meringankan pidana terdakwa, yaitu

  1. Terdakwa berlaku sopan di persidangan;
  2. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
  3. Terdakwa belum pernah dihukum;
  4. Terdakwa menyesali perbuatannya.

Contoh lainnya, dapat Anda lihat pada tingkat kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015, hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu (hal. 80):

  1. Terdakwa belum pernah dihukum;
  2. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

Putusan tingkat kasasi tersebut kemudian diperkuat kembali dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 115 PK/PID.SUS/2017. Sehingga, memang dalam praktiknya, alasan “terdakwa berlaku sopan di persidangan” dapat menjadi hal-hal yang meringankan pidana.

Dwi Hananta dalam jurnalnya berjudul Pertimbangan Keadaan-Keadaan Meringankan dan Memberatkan dalam Penjatuhan Pidana, terkait pertimbangan bahwa terdakwa sopan di persidangan, hal ini sebenarnya kurang tepat dipertimbangkan sebagai keadaan meringankan. Sebab, bersikap sopan di persidangan adalah kewajiban setiap orang (hal. 99).

Perlu diperhatikan, jika memang sama sekali tidak ada keadaan yang meringankan yang bisa dipertimbangkan, hakim memiliki alasan untuk tidak mencantumkannya. Namun sepanjang keadaan meringankan tersebut masih ada, hakim tetap harus mempertimbangkannya. Karena, pertimbangan mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa harus termuat dalam surat putusan pemidanaan (hal. 104).

Jika keadaan meringankannya sedemikian rupa tidak setimpal dengan keadaan memberatkan, hakim tetap dapat menjatuhkan putusan pidana maksimum. Syaratnya ketidaksetimpalan antara keadaan memberatkan dan keadaan meringankan tersebut juga dijelaskan dalam peritmbangan putusan (hal. 104).

Masih dari jurnal yang sama, pertimbangan keadaan meringankan harus memenuhi karakteristik dengan batasan (hal. 105-106):

  1. Bentuknya berupa sifat, perihal, suasana atau situasi yang berlaku yang berkaitan dengan tindak pidana;
  2. Rumusannya ditemukan di luar dari tindak pidananya itu sendiri;
  3. Menggambarkan tingkat keseriusan tindak pidananya atau tingkat bahayanya si pelaku;
  4. Dapat merupakan upaya pelaku untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat keseriusan dari tindak pidana (atau mengembalikan keadaan yang terganggu akibat tindak pidana kepada keadaan semula);
  5. Keadaan-keadaan yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan, yang mengurangi tingkat keseriusan dari tindak pidananya atau ancaman bahaya dari pelakunya; dan/atau
  6. Keadaan-keadaan yang dapat menjadi pertimbangan faktor sosiologis terkait kemanfaatan dari pemidanaan yang dijatuhkan.

Namun demikian, dalam menjatuhkan pidana dalam putusannya, menurut hemat kami, majelis hakim juga harus mempertimbangkan terpeliharanya rasa keadilan di masyarakat. Penting bagi hakim untuk mempertimbangkan rasa keadilan dan prinsip kemanusiaan tetapi hukum juga harus tegas. Sehingga dalam mengambil putusan hakim haruslah mempertimbangkan hukum normatif dan rasa keadilan masyarakatnya.

Sumber            : Hukumonline.com

Penulis             : Juliadi Warman

Editor              : Firman Edi

Publish            : Joni Kasim