pid.kepri.polri.go.id- Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Dasar Hukum Olah TKP, tindakan pengamanan di TKP dilakukan dengan menutup dan mengamankan TKP adalah dengan membuat batas/tanda garis polisi (police line) di TKP bila lokasi memungkinkan. Atau membuat tanda patok batas TKP yang didasari hasil pengambilan titik-titik koordinat.
Aturan soal pemasangan police line ini tidak diatur umum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian RI”) maupun Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (“Perkapolri 6/2010”).Akan tetapi, aturan mengenai police line tergantung pada perkaranya atau peristiwa hukum, seperti antara lain:
- Kecelakaan Lalu Lintas
Dalam peraturan ini, police line merupakan salah satu peralatan yang mendukung penanganan kecelakaan lalu lintas yang digunakan oleh kepolisian (Pasal 16 ayat (3) huruf b angka 9 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia).
- Kebakaran
Definisi police line dalam Pasal 1 angka 11 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 170 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemeriksaan Penyebab Kebakaran (“Pergub DKI Jakarta 170/2007”) adalah garis batas polisi berwarna kuning bertuliskan police line berwarna hitam. Dalam rangka pemeriksaan ulang PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang tergabung dalam anggota tim berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk mendapatkan akses masuk ke lokasi kebakaran yang sudah dipasang police line. Demikian yang disebut dalam Pasal 7 ayat (1) Pergub DKI Jakarta 170/2007.
Lebih dari pada itu, hanya petugas yang diberi izin khusus-lah yang dibolehkan untuk memasuki kawasan yang telah dipasangi police line. Hal ini disebut dalam Pasal 13 ayat (2) Pergub DKI Jakarta 170/2007 yang berbunyi: “Dalam rangka penyelidikan kebakaran, Kepolisian dapat memberikan izin kepada petugas penyelidik untuk memasuki area police line bersama penyidik/petugas Puslabfor Polri dalam rangka olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).” Melihat ketentuan tersebut, memang hanya kepolisian lah yang dapat memberikan izin kepada petugas penyelidik untuk memasuki area police line. Selain orang-orang yang ditentukan, maka orang tersebut tidak diizinkan.
- Penanganan Tindak Pidana Pertambangan (Illegal Mining)
Dalam Petunjuk Lapangan (Juklap) Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Tertentu, yakniPenanganan Tindak Pidana Pertambangan (Illegal Mining) yang kami akses dari laman resmi Humas Polri, antara lain disebutkan bahwa tindakan pengamanan di TKP dilakukan dengan menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) dengan membuat batas/tanda garis polisi (police line) di TKP bila lokasi memungkinkan atau membuat tanda patok batas TKP yang didasari hasil pengambilan titik-titik koordinat.
Dari beberapa aturan di atas memang pada dasarnya tidak ada ketentuan yang melarang seseorang untuk melepas police line tanpa seizin kepolisian. Namunkarena alasan keamanan dan kelancaran tugas kepolisian, masyarakat diharapkan dapat turut bekerja sama untuk memudahkan kepolisian dalam menangani suatu peristiwa hukum dengan tidak melepas atau menerobos police line yang telah dipasang.
Akan tetapi, ada kemungkinan bisa dikenakan pidana, jika tindakan merusak atau membuka police line tersebut diikuti dengan merusak bekas-bekas kejahatan atau benda-benda yang digunakan untuk melakukan kejahatan sehingga polisi tidak bisa memeriksa kejahatan tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 221 ayat (1) angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
- Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
- Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
(2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.
sumber : hukumonline.com
Penulis : Juliadi Warman
Editor : Firman Edi
Publisher : Alex