Tribratanews.kepri.polri.go.id – Apa saja peraturan yang jadi landasan dalam penanganan kasus cyber crime di Indonesia?
Pengaturan Tindak Pidana Siber Materil di Indonesia
Berdasarkan Instrumen PBB di atas, maka pengaturan tindak pidana siber di Indonesia juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Secara luas, tindak pidana siber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan sistem elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana sistem elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (“UU 3/2011”) maupun tindak pidana perbankan serta tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU TPPU”).
Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga tidak memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes (Sitompul, 2012):
Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari:
Kesusilaan (Pasal 27 ayat (1) UU ITE);
Perjudian (Pasal 27 ayat (2) UU ITE);
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) UU ITE);
pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat (4) UU ITE);
berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat (1) UU ITE);
menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat (2) UU ITE);
mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE);
dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE);
intersepsi atau penyadapan illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU 19/2016);
Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:
Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference – Pasal 32 UU ITE);
Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference –Pasal 33 UU ITE);
Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).
Penulis : Joni Kasim
Editor : Nora Listiawati
Publish : Juliadi Warman