kepri.polri.go.id Masyarakat sipil memiliki peran kunci dalam memerangi korupsi. Masyarakat sipil, pada akhirnya, adalah pihak yang paling terkena dampak korupsi. Oleh sebab itu, masyarakat memiliki kepentingan yang besar berkenaan dengan pemberantasan korupsi. Adapun peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi dapat dijelaskan sebagai berikut: Masyarakat sebagai Pemegang Kedaulatan Tertinggi Konstitusi negara Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat dan wajib dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedaulatan adalah suatu konsep mengenai kekuasaan tertinggi (Jimly Asshiddiqie, 1994: 22). Jean Jacques Rousseau dalam Salam (2012) juga mengemukakan pendapat yang sejalan dengan UndangUndang, yaitu bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, yang diserahkan kepada Pemerintah itu hanyalah kekuasaan untuk menjalankan kedaulatan rakyat. Dalam konteks negara demokrasi, kita mengetahui bahwa kekuasaan pemerintah itu diberikan oleh rakyat kepada seseorang lewat pemilihan umum.
Oleh sebab itu, baik atau buruknya pemerintah yang berkuasa sangat bergantung pada masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam hal eksistensi korupsi di Indonesia juga ditentukan oleh masyarakat yang memilih pejabat-pejabat negara. Akan menjadi sangat aneh dan tidak konsisten apabila masyarakat menginginkan punahnya korupsi, namun tidak ikut serta dalam pemilihan umum. Sehingga pada akhirnya, pemimpin yang lahir tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga memperbolehkan mantan terpidana kasus korupsi untuk kembali menyalonkan diri sebagai pejabat negara. Hal ini menandakan bahwa ada tidaknya peluang korupsi oleh pejabat negara sangat ditentukan oleh masyarakat.
Tanpa mengesampingkan peluang betobatnya koruptor, masyarakat perlu mempertimbangkan dengan serius mengenai terpilihnya kembali mantan koruptor menjadi pejabat negara. Hal ini mengingat kepercayaan yang diberikan masyarakat justru dihancurkan dan tanpa ada rasa malu justru meminta kembali kepercayaan tersebut. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kekayaan negara yang dikorupsi belum tentu telah seutuhnya dikembalikan.
Belum lagi kerugian non materil yang ditimbulkan atas korupsi yang dilakukan ketika itu, seperti melambatnya pengentasan kemiskinan serta pembiayaan negara lainnya yang tertunda. Adapun dalam rentang waktu 14 tahun, mulai dari tahun 2004 hingga 2018, jumlah orang yang terjerat kasus tindak pidana korupsi terbanyak dilakukan oleh anggota DPR/ DPRD, yaitu sebanyak 229 orang.
Masyarakat sebagai Pencegah
Selama ini, pendekatan pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah Indonesia, lebih cenderung ke arah represif. Hal ini juga merupakan paradigma yang berkembang di masyarakat, bahwa pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya yang efektif untuk menimbulkan efek jera. Namun faktanya, praktik korupsi masih terjadi secara massif dan sistematis, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN atau BUMD maupun dalam sendisendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan strategi preventif secara komprehensif oleh seluruh lapisan masyarakat, diantaranya strategi edukatif. Strategi edukatif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong masyarakat untuk berperan serta memerangi korupsi sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing.
Masyarakat perlu proaktif menanamkan nilai-nilai kejujuran serta kebencian terhadap korupsi melalui pesan-pesan moral serta pendidikan etika mulai dari tingkat sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi sedini mungkin sehingga budaya korupsi yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah budaya yang buruk di mayarakat diharapkan dapat berkurang dan melahirkan generasi penerus bangsa dengan integritas yang tinggi dan jiwa anti korupsi. Secara lebih konkret dapat dilakukan dengan pertama-tama mengenalkan dan memberikan pengertian untuk tidak melakukan perilaku koruptif dalam keseharian, yaitu dengan misalnya datang dan pulang sekolah tepat waktu, tidak menyontek, serta disiplin.
Tindakan pencegahan akan mempunyai dampak positif terhadap proses pemberantasan korupsi, seperti yang telah disampaikan oleh Pradiptyo (2009) dalam Alfaqi dan Habibi (2017) bahwa pencegahan dan tindakan preventif akan lebih bermanfaat dalam mengatasi permasalahan korupsi daripada dengan melakukan tindakan sanksi hukum yang tinggi.
Masyarakat dalam Co-Government Peningkatan kemampuan masyarakat agar menjadi aktif sangat diperlukan. Selama ini, selalu tersedia anggaran untuk investasi dalam bidang human capital dan physical infrastructures, namun penyediaan peraturan perundang-undangan dan anggaran pemerintah yang secara rutin mendukung kegiatan kelompok dalam masyarakat (social capital) untuk memerangi korupsi tidak dianggap prioritas dan justru dianggap berbahaya.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sujatmiko (2002) yang menyatakan bahwa dibutuhkan keadaan di mana sebagian dari masyarakat (infrastruktur) atau civil society organizations baik di pusat dan daerah didukung dengan peraturan dan anggaran serta terintegrasikan secara komprehensif dan permanen dengan negara (suprastruktur) dalam menjalankan pemerintah. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas mekanisme checks and balances pada suprastruktur (oleh legislatif dan yudikatif terhadap eksekutif).
Mekanisme ini dapat disebut co-government dan dalam bidang pembangunan maka upaya sinergi ini disebut co-production dimana pemerintah bekerja sama (complementary) dengan swasta dalam menghasilkan produk atau jasa. Sebenarnya dukungan peraturan dan anggaran untuk kelompok masyarakat ini dapat merupakan investasi untuk membuat “alarm” yang mencegah bencana korupsi. Lembaga yang perlu diprioritaskan adalah lembaga pengawas eksekutif, parlemen, pemantau yudikatif, transparansi anggaran, anti korupsi, pengawas kekayaan, dan pemantauan hak asasi manusia. Melalui penggunaan pola seperti ini, setiap tindakan penyelenggara negara yang berpotensi korupsi dapat dipantau secara terus-menerus oleh jaringan lokal, nasional, dan global dari co-government tersebut.
Kegiatan ini menghasilkan semacam hypercontrol yang memang sepadan untuk mengatasi hypercorruption. Tingginya partisipasi masyarakat menjadi lebih berpengaruh jika dikembangkan jaringan dengan masyarakat global terutama lembaga yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah korupsi.
Masyarakat Sebagai Pendukung Efektivitas Penegakan Hukum
Efektivitas penegakan hukum dalam korupsi bukan hanya diciptakan oleh lembaga pemerintahan, seperti polisi, jaksa, hakim, advokat, dan KPK, melainkan juga masyarakat yang sangat berperan penting di dalamnya. Penegakan hukum memiliki unsur kepercayaan yang berasal dari masyarakat. Oleh sebab itu, kepercayaan yang membaik dan dukungan masyarakat dapat membuat penegakan hukum menjadi efektif. Institusi penegak hukum, agar mempunyai kualitas dan integritas yang baik, juga memerlukan dukungan dari sikap proaktif masyarakat. Masyarakat harus membiasakan diri mengurus segala sesuatu melalui birokrasi yang benar dan tidak mencari jalan pintas, masyarakat juga tidak perlu segan dan takut untuk menegur institusi penegak hukum. Korupsi akan hilang jika ada kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum yang mempunyai kualitas dan integritas yang tinggi. Di sisi lain, penegakan hukum yang efektif dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi. Dengan mengurangi korupsi, secara tidak langsung juga dapat mengurangi kejahatan yang lain. Adapun beberapa strategi pemberantasan korupsi yang dapat dilakukan masyarakat melalui dukungan terhadap efektivitas penegakan hukum dapat dijelaskan sebagai berikut: a)Mengenal korupsi lebih dekat Masyarakat perlu mengambil bagian untuk benar-benar mengenal segala sesuatu yang berkaitan dengan korupsi. Hal ini mengingat beberapa tindakan yang sebenarnya sederhana dan dekat dengan kita, seringkali juga termasuk ke dalam perbuatan yang koruptif. Sebagai contoh, apabila kita bekerja namun datang terlambat ataupun pulang lebih dahulu daripada jadwal yang seharusnya, maka tindakan demikian juga merupakan korupsi, yaitu dalam hal waktu bekerja.
- b) Mengetahui hak dan kewajiban dalam hukum yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi Pengetahuan dan pemahaman dalam hukum merupakan hal yang penting untuk menjadi perhatian bersama. Hal ini mengingat banyaknya kasus pengungkapan korupsi yang justru menyerang balik pengungkap. Dalam hal ini seringkali terjadi pada fase atau tahap peradilan yang disebabkan kurangnya pemahaman terkait hak dan kewajiban dalam memberantas korupsi di mata hokum.
- c) Kerja sama dan komitmen Pemberantasan korupsi memerlukan kerja sama yang baik antar anggota masyarakat, baik dalam satu wilayah maupun antar wilayah. Masyarakat dalam suatu wilayah yang tingkat korupsinya kecil dapat membantu wilayah lain untuk memberantas korupsi. Misalnya dengan melakukan diskusi untuk bertukar pikiran sehingga juga dapat dimungkinkan dilakukannya adopsi metode memberantas korupsi. Komitmen yang kokoh juga sangat diperlukan. Hal ini untuk menjaga konsistensi perlawanan terhadap korupsi. Korupsi hendaknya tidak diberikan ruang atau kelonggaran sehingga melalui tekanantekanan dan konsistensi tersebut, diharapkan dapat meniadakan korupsi.
Masyarakat sebagai Pengguna Teknologi Era revolusi industri 4.0 menjadikan teknologi begitu dekat dengan keseharian manusia, termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Teknologi sangat membantu individu dalam mengerjakan sesuatu. Selain itu, perkembangan teknologi, khususnya teknologi sistem informasi dan komunikasi, memungkinkan untuk dilakukannya upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Masyarakat dapat memanfaatkan teknologi untuk berbagai aktivitas sebagai upaya mereduksi peluang terjadinya korupsi.
Contoh sederhana adalah penggunaan media sosial untuk komunikasi keluarga, misalnya komunikasi bahwa telah dititipkan uang SPP untuk kemudian dibayarkan kepada sekolah, komunikasi jadwal mulai dan berakhirnya jam pelajaran di sekolah, atau komunikasi pengeluaran uang jajan oleh anak melalui grup keluarga tersebut. Selain itu, masyarakat juga dapat menerapkan pengelolaan keuangan RT/RW secara online sehingga segala sesuatu yang dilakukan pengurus RT/RW dapat terlaksana dengan akuntabel dan transparan. Pada akhirnya, penerapan teknologi tersebut akan mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat dalam kaitannya dengan teknologi hendaknya juga senantiasa membantu dan mendorong pemerintah melaksanakan egovernment dengan baik dan komprehensif pada semua lini penyelenggaraan pemerintahan, tidak terkecuali dalam hal pelayanan publik.
Pelayanan publik yang birokratis dan terkesan kaku dieliminasi melalui pemanfaatan e-government sehingga pelayanan public menjadi lebih fleksibel dan lebih berorientasi pada kepuasan masyarakat. E-government menjadikan pelayanan publik dapat diakses 24 jam, kapanpun dan darimanapun pengguna berada.
Egovernment juga menjadikan pelayanan publik tidak dilakukan secara face-to-face sehingga pelayanan menjadi lebih efisien. Melalui e-government pelayanan public dapat diberikan tanpa adanya intervensi pegawai institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan pelayanan yang sederhana. Transparansi dan akuntabilitas public juga dapat terealisasi, yaitu dengan kemudahan akses informasi sehingga pada akhirnya akan dapat mengurangi korupsi. Untuk lebih meningkatkan perkembangan e-government di Indonesia baik dari segi kuantitas dan kualitas maka perlu adanya komitmen dari pemerintah dalam menyempurnakan pengembangan e-government terutama dari segi infrastruktur, sumber daya manusia, aplikasi, regulasi, serta sosialisasi. ( sumber: kompasiana.com/niningiswati0319)
penulis : Firman Edi
Editor : Nora Listiawati
Publisher : Roy Dwi Oktaviandi