• Sun. Oct 6th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Ketentuan Pidana Tentang Penganiayaan

ByNora listiawati

Nov 28, 2022

pid.kepri.polri.go.id- Ketentuan pidana tentang penganiayaan dapat kita temukan dalamPasal 351 – Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”). R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan “penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka (hal. 245).

Pasal 351 KUHP berbunyi:

(1)      Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2)      Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3)      Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4)      Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5)      Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Mengenai Pasal 351 KUHP, R. Soesilo memberi komentar, undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan “penganiayaan” itu. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”. R. Soesilo memberikan contoh apa yang dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan “merusak kesehatan”:

  1. “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
  2. “rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
  3. “luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain.
  4. “merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.

Pada prinsipnya, hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, baik penguasa maupun rakyat, termasuk berlaku pula bagi atasan yang memiliki kekuasaan yang melakukan penganiayaan terhadap bawahannya. Di dalam konstitusi disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Hal ini termaktub dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945(“UUD 1945”) yang berbunyi:

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya.”

Namun, memang dalam praktiknya masih banyak ditemukan kasus-kasus hukum yang tidak ditegakkan sebagaimana mestinya. Mengutip pendapat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Humphrey Djemat, dalam artikel AAI: Hukum di Indonesia Masih Tumpul, pemberantasan mafia hukum termasuk di kalangan penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim. Pemberantasan narkoba, pelaksanaan HAM dan prinsip-prinsip kehidupan pluralisme belum dijalankan sepenuhnya, termasuk rasa keadilan masyarakat. Dari sejumlah kasus tersebut, hukum masih kerap dikebiri. Hukum belum benar-benar dijadikan panglima, ibarat pisau tumpul ke atas tajam ke bawah. Demikian menurut Humphrey Djemat.

Penulis : Adrian Boby

Editor : Juliadi Warman

Publish : Firman Edi