Di era digital, media sosial telah menjadi ruang publik baru yang memungkinkan siapa saja untuk berbicara, berbagi, dan berpartisipasi dalam diskusi politik. Platform seperti Facebook, Twitter (X), Instagram, dan TikTok telah membuka akses informasi yang luas dan cepat. Namun, di balik manfaat tersebut, muncul pula fenomena yang mengkhawatirkan: polarisasi politik yang semakin tajam.
Polarisasi politik adalah kondisi ketika masyarakat terbelah menjadi dua kutub pandangan politik yang ekstrem, dan masing-masing kelompok menunjukkan tingkat intoleransi tinggi terhadap kelompok lain. Polarisasi ini bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan pembentukan identitas politik yang kaku dan saling menolak.
Polarisasi politik yang diperkuat oleh media sosial bisa berdampak negatif terhadap demokrasi, antara lain:
- Menurunnya ruang diskusi yang sehat
Opini yang berlawanan dianggap sebagai musuh, bukan sebagai bagian dari proses demokratis. - Meningkatnya ujaran kebencian dan kekerasan digital
Netizen kerap menyerang secara personal, menggunakan kata-kata kasar, bahkan ancaman. - Terpecahnya kohesi sosial
Masyarakat kehilangan rasa kebersamaan dan saling percaya, yang penting dalam menjaga stabilitas sosial-politik.