• Mon. Sep 22nd, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Hibah: Pengertian, Syarat Hibah, Rukun, Hukum & Manfaat Bag I

Bysusi susi

Jun 13, 2022

Kepri.polri.go.id – Pengertian Hibah secara bahasa atau etimologi adalah pemberian. Sedangkan pengertian hibah secara istilah atau terminologi adalah akad yang menjadi kepemilikan tanpa terdapat pengganti ketika masih hidup dan juga dapat dilakukan dengan sukarela.

Adapun dari lengkapnya adalah memberikan kepemilikan terhadap barang yang di tasarufkan (dipergunakan) baik berupa harta yang jelas dan juga mengenai yang tidak jelas karena terdapat suatu halangan untuk mengetahuinya, berwujud, dan dapat diserahkan tanpa terdapat suatu adanya kewajiban, ketika masih hidup, dan tanpaadanya pengganti. Demikian hal tersebut dapat dikategorikan sebagai hibah menurut adat dengan lafaz hibah atau tamlik. Adapun hal yang berlaku dalam Hibah adalah

  • Harta dihibahkan berwujud
  • Diserahkan tanpa adanya kewajiban
  • Memberi dan menerima hibah masih hidup
  • Tanpa terdapat pengganti
  • Barang dihibahkan dikategorikan sebagai hibah berdasarkan adat dengan lafaz hibah atau tamlik (menjadi pemilik).

Hibah adalah pemberian (Dari seseorang) dengan pengalihan hak milik atas hartanya yang jelas, yang ada semasa hidupnya, kepada orang lain. Jika di dalamnya disyaratkan terdapat pengganti yang jelas, maka ia disebut dengan jual beli.

Ketahuilah, bahwasanya keluarnya harta dengan derma (pemberian) bisa berupa hibah, hadiah dan sedekah. Jika tujuannya adalah untuk mendapatkan pahala akhirat, maka disebut dengan sedekah. Jika dinamakan kasih sayang dan mempererat hubungan, maka itu hadiah. Sedangkan jika untuk orang yang diberi, dapat memanfaatkannya, maka dinamakan hibah.

Itulah perbedaan hal di atas dimana kasih sayang dan mempererat hubungan adalah alasan yang disyariatkan untuk mendapatkan pahala di akhirat tersebut bukanlah tujuan pertama. Seseorang memberikan kepada orang tertentu. Sedangkan untuk sedekah tidak dikhususkan kepada orang tertentu.

Namun, siapa pun orang fakir ia temui maka dapat memberikannya. Walaupun begitu, umumnya mempunyai kesamaan, yakni berupa derma (pemberian) murni, yang pelakunya tidak mengharapkan sesuatu darinya.

Hibah adalah mendermakan harta saat sehat atau sedang sakit yang mana tidak mengkhawatirkan atau pun tidak sakit, tetapi mengakibatkan kematian.

Pengertian Hibah berdasarkan Pasal 1666 dan Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW) artinya adalah:

“Pemberian oleh seseorang kepada orang lainnya, secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang yang bergerak maupun juga untuk barang yang tidak bergerak di saat pemberi hibah itu masih hidup”.

Syarat-Syarat Hibah

  1. Dilakukan dengan Akta Notaris (Pasal 1687 BW) untuk barang yang bergerak, dan juga dengan Akta PPAT (Pasal 37 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997) untuk tanah dan juga bangunan.
  2. Merupakan pemberian yang secara cuma-cuma atau gratis atau tanpa bayaran. Oleh karena itu, diberikan secara gratis penerimaan hibah tidak menerima tambahan keuntungan dan karenanya seharunya hibah tidak dikenai pajak. Namun demikian, dalam UUP ditetapkan bahwa bebas dari PPh hanyalah untuk hibah dari orang tua ke anak dan dari anak ke orangtua. Jadi, kalau pemberian hibah dilakukan dengan cara antara saudara kandung, yang juga tetap dikenakan PPh misalnya jual beli biasa.
  3. Diberikan saat pemberi hibah masih hidup. Pemberi hibah kemudian harus beritindak secara aktif dalam menyerahkan kepemilikannya terhadap suatu barang. Jika si pemberi hibah tersebut sudah meninggal dunia, bentuknya pun adalah hibah wasiat.
  4. Pemberi hibah adalah orang yang pintar dalam bertindak berdasarkan hukum jadi, pemberi hibah bukan seseorang yang berada di bawah umur atau tidak dalam pengampunan.
  5. Yang dapat dihibahkan adalah barang yang bergerak dan juga barang yang tidak bergerak. Barang bergerak, seperti saham, obligasi, deposito, dan juga hak atas pungutan sewa. Sedangkan barang tidak bergerak adalah tanah atau rumah, kapal beratnya lebih dari dua puluh ton, dan juga sebagainya.
  6. Pemberian hibah hanyalah demi barang-barang yang telah ada. Misalnya: yeni beli dua mobil jaguar, dua ratus lembar saham di PT Adaro, serta berencana untuk membeli rumah di Pondok Indah. Kemudian Yenni berniat untuk menghibahkan dua mobil Jaguar tersebut kepada Ira dan juga Agi, dua ratus lembar saham kepada Putri, dan juga rumah baru akan dibeli kepada Nina. Berdasarkan hal tersebut, yang tidak dapat dibuatkan hibahnya adalah rumah di Pondok Indah karena kempemilikan atas rumah itu belum ada di tangan Yenni.
  7. Penerimaan hibah sudah ada ( dalam hal ini lahir atau sudah dibenihkan di saat pemberian hibah itu berdasarkan Pasal 1679. Jadi, seseorang ingin hibahkan kepada anaknya, anak itu harus minimal sudah lahir atau berada dalam kandungan ibunya. Tidak boleh untuk anak yang belum tentu ada.
  8. Pemberian hibah yang sifatnya final dan juga tidak dapat ditarik kembali (Pasal 1666 BW).

Syarat-syarat bagi penghibah

  1. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
  • Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
  • Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
  • Penghibah tidak dipaksa untuk memnerikan hibah.
  1. Syarat-syarat penerima hibah

Penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.

  1. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
  • Benda tersebut benar-benar ada;
  • Benda tersebut mempunyai nilai;
  • Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan;
  • Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.

Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan.

Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : “Aku hibahkan rumah ini kepadamu”, lantas si penerima hibah menjawab : “Aku terima hibahmu”.

Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.Adapun menyangkut pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari’at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

  • Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
  • Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
  • Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
  • Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.

Penulis             :  Joni Kasim

Editor              : Nora Listiawati

Publish            : Juliadi Warman