• Sun. Apr 20th, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Haruskah Menangkap Pencuri Dulu sebelum Menangkap Penadah?

Bysusi susi

Sep 15, 2023

PID.kepri.polri.go.id – Seperti yang kita ketahui, tindak pidana Penadahan dan tindak pidana Pencurian merupakan delik/tindak pidana umum yang diatur di dalam Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Pertama, kami akan menerangkan dan menjelaskan terlebih dahulu secara singkat mengenai tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan agar tidak salah ditafsirkan.

Tindak Pidana Pencurian

P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir dalam bukunya “Delik – Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak yang Timbul dari Hak Milik” (hal. 1) menyampaikan bahwa Pencurian merupakan salah satu jenis kejahatan yang termasuk ke dalam golongan “kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik” atau apa yang di dalam bahasa Belanda disebut “misdrijven tegen de eigendom en de daaruit voortvloeiende zakelijke rechten”.

Tindak Pidana Penadahan

Menurut Profesor Mr. D. Simons, perbuatan “penadahan” itu sangat erat hubungannya dengan kejahatan–kejahatan seperti pencurian. Dan justru karena adanya orang yang mau melakukan “penadahan” itulah, orang seolah–olah dipermudah maksudnya untuk melakukan pencurian.[1]

Unsur–Unsur Tindak Pidana

Sebelum menggali lebih dalam mengenai tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan, kami akan menerangkan secara singkat pentingnya unsur suatu delik/tindak pidana dan kaitannya dengan tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan.

Seseorang hanya dapat dipersalahkan telah melakukan suatu delik atau tindak pidana menurut KUHP jika orang tersebut telah terbukti memenuhi tiap–tiap unsur dari delik yang bersangkutan, seperti yang dirumuskan di dalam undang–undang.[2] Perumusan undang-undang mengenai setiap delik/tindak Pidana itu dapat dibagi menjadi beberapa unsur, sedang unsur-unsur mana dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) jenis unsur, yaitu unsur-unsur obyektif dan unsur-unsur subyektif.[3]

Seperti yang telah diuraikan di atas, “unsur obyektif” adalah unsur yang terdapat di luar si pelaku, sedang “unsur subyektif” adalah unsur yang terdapat pada diri si pelaku atau “in de dader aanwezig”.

Tindak Pidana Pencurian dalam Bentuk Pokok dan Tindak Pidana Penadahan

Pencurian di dalam bentuk yang pokok diatur di dalam Pasal 362 KUHP. Jika melihat dari rumusan Pasal 362 KUHP, dapat kita ketahui bahwa kejahatan pencurian merupakan delik/tindak pidana yang dirumuskan secara formal, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan “mengambil” atau “wegnemen”.

Tindak pidana Pencurian sendiri menjadi tindak pidana awal dari tindak pidana Penadahan. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya kedua tindak pidana tersebut harus dibuktikan semua. Untuk penjelasan unsur tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan secara mendalam dan lebih lengkap dapat di lihat di artikel Masalah Pembuktian Tindak Pidana Penadahan.

Penangkapan Sebagai Salah Satu Bagian dari Proses Hukum Acara Pidana

Anda menanyakan bahwa mengapa pelaku Penadahan tidak dapat ditangkap terlebih dahulu sebelum pelaku Pencurian ditangkap? Untuk menjawab pertanyaan Anda, maka harus dipahami terlebih dahulu mengenai penangkapan dalam Hukum Acara Pidana seperti yang diatur dalam Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).

Untuk melakukan penangkapan seorang tersangka tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Perlu diperhatikan beberapa hal terkait penangkapan yakni: pihak yang berwenang melakukan penangkapan; penangkapan dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; dan masa waktu dilakukannya penangkapan. Hal-hal tersebut telah diatur di dalam BAB V Bagian Kesatu KUHAP.

Penangkapan Berdasarkan Bukti Permulaan yang Cukup

Hal yang cukup penting untuk diperhatikan dalam penangkapan adalah mengenai bukti permulaan yang cukup menjadi salah satu hal untuk menjawab pertanyaan Anda. Secara singkat, perintah penangkapan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Untuk membahas lebih dalam mengenai bukti permulaan yang cukup, kita dapat melihat Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap Polri 14/2012”).

Menurut Pasal 1 angka 10 Perkap Polri 14/2012, seorang tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan sesuai yang tertera dalam Pasal 1 angka 21 Perkap Polri 14/2012.

Dalam melakukan tindakan penangkapan, terhadap seorang tersangka dapat memiliki pertimbangan yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Perkap Polri 14/2012 yaitu:

Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. adanya bukti permulaan yang cukup; dan
  2. tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar.  

Berdasarkan pemaparan mengenai bukti permulaan di atas, maka seseorang tidak dapat dilakukan penangkapan tanpa bukti permulaan yang cukup berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah.

Berkaitan dengan pemahaman di atas, maka untuk menjawab pertanyaan sekaligus meluruskan pertanyaan Anda adalah seorang pelaku penadahan dapat ditangkap terlebih dahulu dari pada pelaku pencurian jika terdapat bukti permulaan yang cukup yaitu Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah terkait Tindak Pidana Penadahan seperti yang diatur dalam Pasal 480 KUHP.

Seandainya proses perkara berlanjut ke tahap penuntutan sampai ke tahap persidangan, maka hal tersebut kembali dipertegas dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli 1958 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 126 K/Kr/1969 tanggal 29 November 1972 yang menyatakan bahwa:

Tidak ada peraturan yang mengharuskan untuk lebih dahulu menuntut dan menghukum orang yang mencuri sebelum menuntut dan menghukum orang yang menadah.

Pemeriksaan tindak pidana penadahan tidak perlu menunggu adanya keputusan mengenai tindak pidana yang menghasilkan barang–barang tadahan yang bersangkutan.

Oleh sebab itu, untuk meluruskan dan sekaligus menjawab pertanyaan Anda dapat disimpulkan melalui 2 (dua) penjelasan, yakni: Pertama, bahwa dalam Pasal 480 KUHP tidak tercantum ketentuan pelaku Pencurian (barang hasil kejahatan) harus ditangkap terlebih dahulu dari pelaku penadahan, tetapi dijelaskan tiap–tiap unsur tindak pidana Penadahan yang harus dipenuhi dan dibuktikan terlebih dahulu untuk menyangka/mengira/mencurigai seseorang yang diduga melakukan tindak pidana Penadahan. Kedua, pelaku Penadahan dapat ditangkap terlebih dahulu dari pelaku Pencurian oleh penyidik jika sudah memiliki bukti permulaan yang cukup berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah untuk dijadikan sebagai dasar seseorang diduga melakukan tindak pidana Penadahan yang diatur di dalam Pasal 480 KUHP.

 

Sumber            : Mediaonline.com

Penulis             : Fredy Ady Pratama

Editor              : Firman Edi

Publish            : Juliadi Warman