Hari Keanekaragaman Hayati Internasional diperingati setiap 22 Mei untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya keanekaragaman hayati bagi kehidupan manusia dan planet Bumi. Peringatan ini dimulai pada tahun 1993, namun sejak tahun 2000, tanggal peringatannya dipindahkan ke 22 Mei untuk memperingati pengesahan Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) pada 22 Mei 1992 di Nairobi, Kenya.
Pada tahun 2025, tema peringatan adalah “Harmoni dengan Alam dan Pembangunan Berkelanjutan” (Harmony with Nature and Sustainable Development). Tema ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian ekosistem. Hal ini sejalan dengan kerangka kerja global Kunming-Montreal yang menetapkan target ambisius untuk tahun 2030, termasuk melindungi setidaknya 30% dari daratan dan lautan dunia serta memulihkan ekosistem yang terdegradasi.
Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di Bumi, termasuk spesies, ekosistem, dan proses ekologis. Namun, saat ini, satu juta spesies hewan dan tumbuhan terancam punah akibat aktivitas manusia seperti perubahan iklim, polusi, perusakan habitat, dan eksploitasi berlebihan. Kehilangan keanekaragaman hayati mengancam ketahanan pangan, kesehatan, dan kesejahteraan manusia.
Peringatan ini mengajak semua pihak—pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan individu—untuk berperan aktif dalam konservasi alam. Melalui tindakan nyata seperti restorasi ekosistem, pengurangan sampah plastik, dan pelestarian spesies langka, kita dapat memastikan bahwa alam tetap menjadi fondasi bagi kehidupan yang berkelanjutan. Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, “Dengan melindungi keanekaragaman hayati, kita melindungi hubungan fundamental antara umat manusia dan alam.”