Hawa dingin di ruang tunggu operasi membuat mata Rindhu (39) perlahan mengantuk. Lamat-lamat didengarnya suara alunan musik dan dentingan peralatan medis dari stainless steel yang saling berbenturan saat ditata perawat untuk persiapan operasi.
Ketukan jarum detik pada jam dinding di ruang itu, semakin memperlambat waktu, saat warga Kelurahan Nambangan Kidul, Kota Madiun, Jawa Timur, yang berprofesi sebagai jurnalis tersebut menunggu giliran untuk operasi.
Satu perawat datang menghampiri dan kemudian meneteskan obat bius lokal pada matanya sebelah kanan. Perlahan-lahan, mata itu mulai kebas dan kemudian hilang rasa. Sang dokter lalu datang dan siap memberikan tindakan operasi, dibantu para perawat.
Sekitar satu jam, dokter yang cekatan dan terampil itu membedah lensa mata Rindhu yang keruh karena katarak, dan menggantinya dengan lensa buatan untuk mengembalikan penglihatan menjadi jernih.
Selama hampir dua tahun terakhir, Rindhu menderita katarak. Tidak pernah terbayang dalam benaknya, dia akan sakit katarak. Selama ini, sakit mata dianggap sepele oleh kebanyakan orang, termasuk dirinya.
Nyatanya, ia begitu “setia” dengan keberadaan selaput putih itu berdiam di mata sebelah kanan, selama hampir dua tahun dan kondisinya semakin memburuk.
Awalnya, terasa seperti ada bercak titik putih yang mengikuti arah pandangan, saat mata melihat objek. Karena masih bercak kecil, maka hal itu tidak digubris. Bahkan, ia mulai terbiasa dengan keberadaan bercak tersebut, meski sering merasa terganggu.