• Wed. May 14th, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Penggunaan Bahasa Sarkasme di Sosial Media

ByNora listiawati

Mar 19, 2025

Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi ruang publik utama bagi banyak orang untuk mengekspresikan opini, emosi, dan sikap terhadap berbagai isu. Salah satu gaya komunikasi yang semakin sering digunakan adalah bahasa sarkasme. Gaya bicara yang sinis namun tajam ini kerap digunakan sebagai bentuk kritik, sindiran, atau bahkan humor. Namun, penggunaan sarkasme di media sosial bukan tanpa risiko, terutama karena konteks dan intonasi yang terbatas dalam komunikasi tertulis.

Sarkasme sering kali muncul sebagai respons terhadap hal-hal yang dianggap tidak masuk akal, menyebalkan, atau menyinggung perasaan. Dalam banyak kasus, sarkasme digunakan untuk menertawakan suatu kondisi atau menyampaikan ketidaksetujuan tanpa harus menyatakan secara langsung. Misalnya, seseorang bisa menulis, “Wah, hebat ya, internet lemot banget hari ini. Luar biasa pelayanan cepatnya!” — padahal maksud sebenarnya adalah keluhan.

Meskipun sarkasme bisa menjadi sarana ekspresi yang tajam dan menghibur, penggunaannya di media sosial sangat rentan disalahpahami. Tidak adanya nada suara, ekspresi wajah, atau bahasa tubuh membuat pesan sarkastik sering kali ditafsirkan secara harfiah. Hal ini bisa menimbulkan kesalahpahaman, bahkan konflik. Apa yang dimaksud sebagai lelucon atau kritik halus bisa dianggap sebagai penghinaan atau serangan personal oleh pembaca.

Selain itu, penggunaan sarkasme yang berlebihan atau tidak pada tempatnya juga bisa menciptakan lingkungan digital yang tidak sehat. Sarkasme yang ditujukan untuk merendahkan orang lain, mempermalukan, atau menyindir secara berulang dapat berubah menjadi bentuk cyberbullying. Di sisi lain, budaya sarkasme yang terus berkembang di media sosial juga bisa membuat ruang diskusi menjadi tidak konstruktif, karena lebih banyak fokus pada sindiran daripada solusi.

Namun demikian, bukan berarti sarkasme harus dihindari sepenuhnya. Saat digunakan dengan tepat—misalnya untuk menyentil isu sosial atau sebagai kritik cerdas terhadap kebijakan yang tidak adil—sarkasme dapat menjadi alat komunikasi yang kuat dan efektif. Kuncinya adalah memahami audiens, memilih kata-kata dengan bijak, dan mempertimbangkan konteks agar pesan yang disampaikan tidak menimbulkan dampak negatif.