• Sat. Apr 26th, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Tidak Tahu Barang yang Dibeli Hasil Curian, Bisakah Dipidana?

Bysusi susi

Jul 5, 2023

PID.kepri.polri.go.id – saya membeli handphone dengan harga murah, lalu ada orang yang tiba-tiba datang mengaku sebagai pemilik handphone tersebut dan bilang saya membeli barang hasil kejahatan yaitu menadah hasil curian dari orang lain. Apakah saya dapat terjerat pidana menadah hasil curian?

Jika memang benar handphone yang Anda beli merupakan barang hasil tindak pidana/kejahatan, maka terhadap baik penjual, maupun pembelinya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang penadahan:

“Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900, dihukum:

  1. karena sebagai sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.
  2. barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan.”

Namun, perlu diingat, untuk mengetahui Anda dapat dijerat pasal ini atau tidak tentu dilihat kembali apakah perbuatan Anda memenuhi unsur-unsur tindak pidana penadahan. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsurnya, kita mengacu pada pendapat R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal yang menjelaskan bahwa:

  1. yang dinamakan “sekongkol” atau biasa disebut pula “tadah” itu sebenarnya hanya perbuatan yang disebutkan pada sub 1 dari pasal ini.
  2. Perbuatan yang tersebut pada sub 1 dibagi atas dua bagian:
  3. membeli, menyewa, dsb (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan;
  4. menjual, menukarkan, menggadaikan, dsb dengan maksud hendak mendapat untung barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.
  5. Elemen penting pasal ini adalah terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu asal dari kejahatan. Di sini terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, uang palsu atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai) bahwa barang itu bukan barang “terang”.

Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam prakteknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan.

  1. Barang asal dari kejahatan misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, sekongkol, dll.

Jika sedari awal saat Anda membeli handphone itu memang mengetahui bahwa handphone itu diperoleh karena kejahatan atau patut menyangka bahwa handphone itu merupakan hasil kejahatan karena pihak penjual tidak mampu menjelaskan secara gamblang mengapa ia menjual dengan harga sangat murah kemudian Anda membelinya, maka Anda dapat dijerat sesuai Pasal 480 sub 1. Karena seperti yang disebut di atas, elemen penting pasal ini adalah terdakwa mengetahui atau patut menyangka bahwa handphone itu hasil kejahatan.

Memang, pada praktiknya sulit untuk membuktikan bahwa apakah Anda mengetahui atau menyangka bahwa handphone itu dari hasil kejahatan atau tidak. Namun, dengan Anda membeli handphone itu di bawah harga (dengan harga yang murah), maka Anda sepatutnya menyangka bahwa handphone itu merupakan barang hasil kejahatan. Jika demikian, sebenarnya perbuatan Anda sudah memenuhi unsur tindak pidana penadahan walau Anda tidak bermaksud hendak mendapat untung (lihat poin 2 penjelasan R. Soesilo di atas).

Di samping itu, kami berasumsi mungkin handphone yang Anda beli juga ternyata tidak ada garansinya. Selama perdagangan tersebut melanggar hukum dan dilakukan di luar jalur resmi, maka dapat disebut sebagai suatu pasar gelap (black market). Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat Anda simak dalam artikel Hukum Jual Beli Ponsel Tanpa Garansi di Pasar Gelap (Black Market).

Sebagai contoh dapat kita temukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kelas I/B Banyuwangi Nomor: 211/Pid.B/2012/PN.Bwi. Dalam putusan itu disebutkan bahwa terdakwa membeli emas yang patut diduga berasal dan wilayah kawasan hutan yang diambil secara tidak sah yaitu tanpa ijin dan pihak yang berwenang dengan cara terdakwa membeli emas seberat 8 gram lebih 77 miligram dengan harga Rp.3.122.000,- (tiga juta seratus dua puluh dua ribu rupiah) dimana terdakwa patut menduga bahwa emas tersebut diambil serta diolah dari kawasan yang tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang. Terdakwa patut menduga emas tersebut dari hasil kejahatan karena emas tersebut tidak dilengkapi dengan surat-surat pembelian darimana emas tersebut didapat serta bentuk emas yang dibeli tersebut masih berbentuk lantakan atau bukan emas bentuk jadi.

Lebih lanjut disebutkan, meski terdakwa tidak menjual kembali emas yang ia beli dan tidak dengan maksud mengambil untung dari emas itu, namun hakim memutuskan bahwa semua unsur-unsur pasal yang didakwakan telah terpenuhi. Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 ke-1 KUHP dan dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 15 (lima belas) hari.

Dasar hukum:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sumber            : Hukumonline.com

Penulis             : Juliadi Warman

Editor              : Firman Edi

Publish            : Joni Kasim