• Wed. Oct 9th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

KUHD (Bag 1)

ByNora listiawati

Aug 23, 2022

pid.kepri.polri.go.id– Kitab-kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Menurut ahli hukum (Polak, Scheltema) surat berharga itu surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperdagangkan atau dialihkan.

Kedua pasal di atas mengatur tentang surat wesel dan surat sanggup. Keduanya termasuk dalam jenis surat berharga yang bersifat atas tunjuk dan atas pengganti. Perbedaan antar keduanya, diantaranya adalah wesel termasuk golongan surat “perintah” untuk membayar, sedangkan surat sanggup merupakan surat kesanggupan bayar atau janji untuk membayar.

KUHD mengatur beberapa jenis instrumen surat berharga yang bisa diperdagangkan, bagaimana bentuknya dan karakteristik dari surat berharga tersebut. Instrumen ini cenderung sederhana agar mudah dimengerti maupun dialihkan. Untuk memastikan keduanya maka aturan KUHD bersifat “memaksa”, alias mengikat bagi surat berharga dengan jenis yang diatur dan diterbitkan berdasarkan aturan dalam KUHD.

Namun, dengan berkembangnya dunia bisnis dan keuangan, jenis surat berharga yang beredar sekarang tidak terbatas pada yang diatur dalam KUHD. Aturan terhadap surat berharga ini pun beragam, bergantung pada jenis serta otoritas yang bersangkutan, misalnya instrumen pasar modal diatur spesifik oleh BAPEPAM dan otoritas bursa (Bursa Efek Jakarta/Surabaya). Banyak pula instrumen surat berharga lain yang sifatnya kontraktuil, diterbitkan berdasarkan pada kesepakatan para pihak dalam bentuk perjanjian diantara mereka. Para pihak dapat mengatur sendiri jenis instrumennya, bisa berbeda dengan KUHD selama tidak menamakan instrumen tersebut wesel, surat sanggup atau jenis lainnya yang diatur dalam KUHD.

Untuk memahami lebih lanjut tentang persoalan Surat Berharga ini, disarankan untuk membaca buku Emmy P.Simanjuntak tentang Hukum Dagang Surat-surat Berharga, atau buku HMN Purwosutjipto tentang Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Surat Berharga.

Sampai saat ini kedua pasal tersebut masih berlaku. Berikut teks dari kedua pasal tersebut (dikutip dari KUHD terjemahan R. Subekti)

Pasal 145

Penarik, seorang endosan atau seorang pemberi aval, mereka itu dengan membubuhkan dan menandatangani di dalam surat wesel akan sebuah clausule “tanpa biaya”, atau “tanpa protes” atau clausule lain yang sama maksudnya, bisa membebaskan si pemegang dari kewajibannya membuat protes non akseptasi atau non pembayaran, untuk melaksanakan hak regresnya.

Clausule ini tidak membebaskan dia dari kewajibannya mengunjukkan surat wesel itu dalam tenggang waktu yang ditentukan dan untuk melakukan pemberitahuan.

Bukti telah dilalaikannya sesuatu tenggang waktu harus diberikan oleh orang yang mengemukakannya, sebagai upaya pembelaan.

Jika clausule itu dibubuhkan oleh penarik, maka inipun mempunyai akibat-akibatnya terhadap sekalian mereka, yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel; jika clausule itu dibubuhkan oleh seorang endosan atau pemberi aval, maka clausule ini hanya mempunyai akibat-akibatnya bagi endosan atau pemberi aval tersebut.  Apabila pemegang, biar penarik telah membubuhkan clausulenya, masih membuat protesnya, maka segala biaya protes adalah atas tanggungan dia.  Apabila clausule itu berasal dari seorang endosan atau seorang pemberi aval, make segala biaya protes, kalaupun prates ini telah dibuatnya, boleh ditagihkan kepada sekalian mereka, yang tanda­tangannya terdapat dalam surat-wesel itu.

sumber : hukumonline.com

Penulis : Adrian Boby
Editor : Nora Listiawati
Publisher : Nolanda