Kepri.polri.go.id – Ada seorang polisi lalu lintas mengetahui seorang pelanggar marka. Kemudian polisi itu menilang pelanggar karena dia sendiri mengetahui tindakan pelanggaran tersebut. Apakah tindakan polisi tersebut sudah bisa dinilai mempunyai alat bukti yang cukup? Padahal dalam pasal 185 ayat 2 KUHAP menjelaskan keterangan seorang saksi (dalam hal ini polisi) saja tidak cukup membuktikan kesalahan seseorang.
Pengaturan mengenai tata tertib berlalu lintas di Indonesia secara umum diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UULLAJ”). Pasal 260 ayat (1) UULLAJ menentukan:
“Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:
- memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;
- melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
Berdasarkan ketentuan tersebut polisi lalu lintas yang mengetahui sendiri adanya pelanggaran lalu lintas berhak untuk memberhentikan pengguna jalan yang diduga melanggar peraturan lalu lintas dan melakukan penindakan terhadapnya.
Saat pengguna jalan terlihat melanggar marka, petugas kepolisian dapat melakukan penindakan dengan memberhentikannya, hal ini dapat dikategorikan sebagai “tertangkap tangan”. Definisi“Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu” (Pasal 1 angka 19 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana –“KUHAP”).
Perkara pelanggaran lalu lintas adalah termasuk dalam acara pemeriksaan cepat. Ditentukan dalam KUHAP, untuk pelanggaran lalu lintas tidak diperlukan berita acara pemeriksaan. Polisi yang menangkap tangan kemudian memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada pelaku tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan, dan hal tersebut kemudian dicatat dengan baik oleh polisi. Selanjutnya, catatan bersama berkas tersebut dikirimkan ke pengadilanselambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya (Pasal 212 jo Pasal 207 ayat [1] KUHAP).
Sehingga, dalam hal pelaku pelanggar marka jalan tertangkap tangan oleh polisi lalu lintas, pelaku dapat diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat dan dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan. Selain itu, acara pemeriksaan cepat ini dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar, di mana pelanggar menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh Pemerintah (Pasal 267 UULLAJ). Lebih jauh simak Denda Sidang Tilang di Pengadilan.
Jadi, memang dalam hal pelanggar lalu lintas (dalam hal ini marka jalan) tertangkap tangan, tidak diperlukan bukti-bukti lain untuk membuktikan pelanggarannya. Yang berlaku dalam perkara pelanggaran lalu lintas ini adalah acara pemeriksaan cepat khusus untuk pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam Bagian Keenam Paragraf Dua KUHAP mengenai Acara Pemeriksaan Cepat-Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
- Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Penulis : Joni Kasim
Editor : Nora Listiawati
Publish : Juliadi Warman