Tribratanews.kepri.polri.go.id – Selain itu, penyidik juga wajib membuat rencana penyidikan, yang dimaksudkan untuk melaksanakan penyidikan agar profesional, efektif dan efisien. Rencana penyidikan yang dimaksud diajukan kepada atasan penyidik secara berjenjang sekurang-kurangnya memuat:
jumlah dan identitas penyidik;
sasaran/target penyidikan;
kegiatan yang akan dilakukan sesuai tahap penyidikan;
karakteristik dan anatomi perkara yang akan disidik;
waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara;
kebutuhan anggaran penyidikan; dan
kelengkapan administrasi penyidikan.
Tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria:
perkara mudah, yang terdiri dari:
Saksi cukup;
Alat bukti cukup;
Tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan
Proses penanganan relatif cepat.
perkara sedang, antara lain:
Saksi cukup;
Terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka;
Identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah ditangkap;
Tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;
Tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya; dan
Tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah didapatkan
perkara sulit, yaitu:
saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang terjadi
tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatantertentu;
tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;
barang Bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat;
diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan perkara;
diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya;
tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat; dan
memerlukan waktu penyidikan yang cukup.
perkara sangat sulit, yaitu:
belum ditemukan saksi yang berhubungan langsung dengan tindak pidana;
saksi belum diketahui keberadaannya;
saksi atau tersangka berada di luar negeri;
TKP di beberapa negara/lintas negara;
tersangka berada di luar negeri dan belum ada perjanjian ekstradisi;
barang Bukti berada di luar negeri dan tidak bisa disita;
tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu; dan
memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang.
Sebagai referensi tambahan Anda juga dapat simak artikel Prosedur Melaporkan Peristiwa Pidana ke Kantor Polisi.
Kesimpulan
Secara eksplisit tidak diatur bahwa seseorang harus mencantumkan nama si pelapor dan/atau tersangka dengan sesuai dengan identitas asli yang tertera dalam KTP. Bahkan dalam penyelidikan dan penyidikan tidak ada keharusan menyebut suatu identitas tersangka.
Namun, dalam hal seseroang membuat laporan suatu tindak pidana, setelah meyampaikan laporan baik tertulis maupun lisan si pelapor diwajibkan untuk menandatangani laporan tersebut. Maka di sini pelapor harus menggunakan nama asli dalam melapor.
Kemudian mengenai identitas tersangka (atau orang yang dilaporkan), penulisan nama alias dimungkinkan dilakukan jika seseorang benar-benar tidak mengetahui nama tersangkanya. Dalam penyelidikan, jika seorang tersangka tidak diketahui identitasnya, polisi memiliki kewajiban untuk untuk mencari dan mengumpulkan salah satunya identitas tersangka. Juga dalam penyidikan, jika tersangka belum diketahui identitasnya dimungkinkan untuk tetap diproses secara hukum. Hal ini tergantung dengan tingkat kesulitan perkaranya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Penulis : Joni Kasim
Editor : Nora Listiawati
Publish : Juliadi Warman