pid.kepri.polri.go.id- Sebenarnya tidak ada peraturan khusus tentang sanksi bagi orang yang mengaku atau berpura-pura menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), atau yang lebih dikenal dengan sebutan polisi gadungan. Pasal yang tepat untuk dijatuhkan kepada polisi gadungan atau orang yang mengaku sebagai anggota TNI/POLRI padahal sebenarnya bukan, menurut hemat kami adalah pasal penipuan yang terdapat dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan ini dinamakan “penipuan”. Penipu itu pekerjaannya (hal. 261):
- membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
- maksud pembujukan itu ialah: hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
- membujuknya itu dengan memakai:
- nama palsu atau keadaan palsu; atau
- akal cerdik (tipu muslihat); atau
- karangan perkataan bohong.
Lebih lanjut, R. Soesilo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “nama palsu” adalah nama yang bukan namanya sendiri, sedangkan “keadaan palsu” misalnya mengaku dan bertindak sebagai agen polisi, notaris, pastor, pegawai kotapraja, pengantar surat pos, dan sebagainya yang sebenarnya ia bukan pejabat itu.
Hal serupa juga dikatakan oleh S.R. Sianturi dalam penjelasannya terkait Pasal 378 KUHP, dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 634). Sianturi menjelaskan bahwa yang dikatakan memakai keadaan (pribadi) palsu yaitu apabila si petindak itu bersikap seakan-akan padanya ada suatu kekuasaan, kewenangan, martabat, status, atau jabatan yang sebenarnya tidak dimilikinya, atau mengenakan pakaian seragam tertentu, tanda pengenal tertentu yang dengan mengenakan hal itu, orang lain akan mengira bahwa ia mempunyai suatu kedudukan/pangkat tertentu yang mempunyai suatu kekuasaan atau kewenangan, dan lain sebagainya. Misalnya si petindak memperkenalkan dirinya sebagai pejabat kepolisian, agen suatu perusahaan, putra dari seseorang yang cukup terkenal, tukang memperbaiki video, televisi, penagih rekening, dan lain sebagainya.
Melihat uraian di atas, polisi gadungan dapat dipidana berdasarkan Pasal 378 KUHP jika orang tersebut juga membujuk orang lain untuk menyerahkan sesuatu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Pernah juga dijelaskan dalam artikel Konsekuensi Hukum Jika Membayar Suap Untuk Jadi Polisi, yang pada intinya menceritakan tentang penerimaan suap anggota kepolisian dalam proses penerimaan anggota polisi. Dalam artikel tersebut dikatakan bahwa jika oknum polisi yang menjanjikan dapat menjadi polisi tanpa tes dengan membayar sejumlah uang ternyata memang seorang polisi, maka lebih cocok dikenakan tindak pidana suap. Namun jika oknum polisi tersebut ternyata bukan seorang polisi, atau dengan kata lain seorang polisi gadungan, maka lebih cocok jika dikenakan Pasal 378 KUHP.
Selain itu, kami berpendapat polisi gadungan juga bisa dijerat pasal tambahan tergantung dari rentetan perbuatan yang ia lakukan saat berpura-pura sebagai polisi. Misalnya, jika si polisi gadungan memakai Kartu Tanda Anggota (KTA) polisi palsu untuk meyakinkan korban, maka ia juga bisa dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
Penulis : Juliadi Warman
Editor : Firman Edi
Publisher : Firman Edi