pid.kepri.polri.go.id –
Sekitar tahun 1945 (Proklamasi)
Selain kata Surabaya di kota-kota lain di Indonesia terjadi pengambil alihan kekuasaan di kantor-kantor pemerintahan yang dikuasai Jepang dan menurunkan Bendera Jepang yang dikemudian digantinya dengan Bendera Merah Putih, dari kubu pertahanan Jepang nampak di kibarkan bendera Putih tanda menyerah, senjata diserahkannya dan 360 pasukannya ditawan, tentara Jepang yang ditawan itu diserahkan kepada Pasukan Polisi Istimewa untuk pengurusan selanjutnya.
Di Semarang, 18 Agustus 1945 rakyat setelah mengetahui bahwa Indonesia sudah merdeka, mereka secara serentak menurunkan bendera Jepang dan menggantikannya dengan bendera Merah Putih, begitu juga di kantor-kantor polisi, Lambang Hino Maru yang berada di pet dilepas dan diganti dengan lencana Merah Putih dan mengatakan diri sebagai Polisi RI.
Pada tanggak 19 Agustus 1945 komandan Takubesu Keisat Sutai Semarang IP. II Ra Bambang Suprapto di Poeksumo melakukan rapat yang hasilnya menyatakan berdirinya Pemerintah Daerah Republik Indonesia di Semarang.
Di Yogyakarta, tanggal 22 September 1945 pasukan Polisi Istimewa di bawah komandannya Inspektur Ori Sastro Atmojo dan dibantu oleh masyarakat berhasil mengambil alih kekuasaan di kantor-kantor pemerintahan yang dikuasai Jepang.
Di Surakarta Kepolisian Republik Indonesia bersama komite Nasional Indonesia Daerah dengan didukung rakyat meminta orang-orang Jepang menyerahkan senjata-senjata yang ada digudang. Tuntutan itu berhasil tanpa ada suatu insiden, senjata tersebut untuk modal badan-badan perjuangan.
Sasaran berikutnya adalah markas Kempetai Surakarta di Timuran. Perundingan yang dilakukan ternyata gagal sehingga rakyat bersama Polisi Republik Indonesia yang dipimpin Inspektur Polisi kelas I Domopranoto terpaksa menyerbu.
Di Surabaya masyarakat sangat khawatir pada tindakan Jepang yang melucuti PETA dan Heino. Seorang pemuda yang bernama Abdul Rachman dan Isman menghadap Moehamad Jasin menyampaikan pesan Dr. Mustopo agar polisi waspada terhadap kemunginan akan dilucuti juga. Dalam setiap pelucutan senjata dalam kota Surabaya, pasukan Polisi Perjuangan dan pasukan polisi banyak lagi di kota-kota lain di Indonesia polisi sebagai pelopor, dalam merebut kekuasaan dari tentara jepang.
Polri menghadapi Tentara Sekutu
Kedatangan tentara sekutu di Indonesia pada Bulan September yang bertepatan pula diangkatnya Raden Said Soekamto Tjokradiatmojo diangkat menjadi Kepala Kepolisian Indonesia Pusat berdasarkan maklumat pemerintah tertanggal 29 September 1945. Pengangangkatan R. Said Soekamto Tjokrodiatmojo sebagai Kepala Kepolisian merupakan titik awal adanya polisi sebagai Polisi Nasional. Prioritasnya adalah mengadakan perubahan yang meliputi Struktur polisi, watak polisi dan falsafah hidup polisi dari struktur lama, baik jaman Belanda maupun Jepang.
Hadirnya tentara Sekutu melahirkan musuh lama untuk berhadapan dengan kepolisian RI yang dibantu rakyat, karena ternyata sekutu telah dibonceng NICA (Nederlands Civic Administrasi) dan pasukannya. Adapun tujuan NICA adalah berusaha mengatur pemerintahan Belanda lagi di Indonesia. Dalam kegiatan NICA tersebut secara rahasia di bantu oleh tentara Sekutu. Tindakan tersebut misalnya pimpinan NICA di Timur Besar dan Kalimantan segera memanggil pegawai-pegawai bekas polisi Belanda yag baru keluar dari Interhiran dan diangkat kembali sebagai pegawai polisi Belanda. Begitu juga di daerah lain seperti di kota-kota di Jawa dan Sumatera dengan demikian lahir lagi Algemeene Politic (Polisi umum) Hindia Belanda. Namun mereka hanya di kota-kota saja sedangkan diluar kota masih dikuasai oleh Republik Indonesia.
Di Surabaya tentara Sekutu mendarat di Tanjung Perak, Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945, dengan pasukan sejumlah 6.000 tentara yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby, pendaratan dilaksanakan pada sore hari dan hampir terjadi bentrokan antara tentara Inggris (Sekutu) dengan BKR dan pemuda yang telah siap menahan pendaratan Inggris tersebut, pertumpahan darah dapat dihindarkan, setelah diadakan pertemuan antara Sekutu yang di wakili oleh Kolonel Pugh dan dari Indonesia di wakili Mustopo.
Dalam pertemuan tersebut dapat disepakati tentara Sekutu akan menghentikan pasukannya sampai 8.000 meter terhitung dari garis pesisir tanjung perak, untuk melaksanakan tugasnya. Walaupun telah diadakan perjanjian antara Sekutu dengan pihak Indonesia, namun dari pihak Sekutu mengadakan ultimatum dengan menyebarkan pamflet yang berisikan agar seluruh rakyat Surabaya yang memegang senjata agar menyerahkan kepda Sekutu, bagi yang melanggar diancam hukuman mati, pamflet tersebut menimbulka kemarahan rakyat Surabaya, yang berbuntut pada tanggal 28 Oktober 1945 pukul 16.00 membuka serangan terhadap pasukan Sekutu di Darmo. Dalam pertempuran itu pasukan Polisi Istimewa dikirim ke seluruh medan dengan perlengkapan lapis baja dan senjata water matel mereka memelopori penyerbuan di gedung RRI dll.
Dalam konflik Tersebut pihak Inggris terdesak yang akhirnya mengadakan perjanjian antara Indonesia yang di wakili Bung Karno, Bung Hatta dan Amir Syarifudin dengan Mayor Jenderal Hawthourn dari pihak Inggris di Surabaya, dan pada tanggal 30 Oktober 1945 diadakan suatu perjanjian. Begitu pula di kota-kota diluar Jakarta terjadi pertempuran antara tantara Sekutu dan Polisi Republik Indonesia
Sumber : https://www.kompas.id
Penulis : Roy Dwi Oktaviandi
Editor : Firman Edi
Publisher : Firman Edi