pid.kepri.polri.go.id– Penimbunan Barang, perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU 7/2014”) yang berbunyi:
- Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang.
- Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk didistribusikan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.
Barang kebutuhan pokok yang dimaksud adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat, seperti beras, gula, minyak goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, kedelai, dan garam beryodium.
Sementara, barang penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional, seperti pupuk, semen, serta bahan bakar minyak dan gas.
Masker N95 yang sedang dibutuhkan masyarakat guna mencegah penyebaran penyakit menular seperti virus corona, merupakan barang pokok dan barang penting sekaligus. Akibatnya, masker tersebut tidak boleh ditimbun, terlebih saat terjadi kelangkaan, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan masker tersebut.
Paut diperhatikan bahwa penimbunan hanya diperbolehkan Pasal 29 ayat (2) UU 7/2014, atas dasar barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan barang untuk didistribusikan.
Para pihak yang melanggar ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU 7/2014, dapat dijerat Pasal 107 UU 7/2014, yang berbunyi:
Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Kemudian, Pasal 103 ayat (1) UU 7/2014 berbunyi:
Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Perdagangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan sesuai dengan Undang-Undang ini.(sumber UU tentang Perdagangan)
Penulis : Firman Edi
Editor : Nora Listiawati
Publisher : Firman Edi