pid.kepri.polri.go.id- Anak-anak yang tinggal dalam lingkup keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami penelantaran, menjadi korban penganiayaan secara langsung, dan juga resiko untuk kehilangan orang tua yang bertindak sebagi role model mereka.
Pengalaman menyaksikan, mendengar, mengalami kekerasan dalam lingkup keluarga dapat menimbulkan banyak pengaruh negatif pada keamanan dan stabilitas hidup serta kesejahteraan anak. Dalam hal ini anak menjadi korban secara tidak langsung atau disebut sebagai korban laten (laten victim).
Menurut Bair-Merritt, Blackstone & Feudtner (2006) anak yang melihat perilaku kekerasan setiap hari di dalam rumah dapatmengalami gangguan fisik, mental dan emosional. Carlson (2000) mengklasifikansikan tiga kategori pengaruh negatif KDRT yang dapat terjadi dalam kehidupan anak yang menjadi korban KDRT, yaitu :
1.Problem emosional, perilaku dan sosial
2.Problem kognitif dan sikap
3.Problem jangka panjang.
Gangguan emosional dapat dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan perilaku agresif, kemarahan, kekerasan, perilaku menentang dan ketidakpatuhan serta juga timbulnya gangguan emosional dalam diri anak seperti : rasa takut yang berlebihan, kecemasan, relasi buruk dengan saudara kandung atau teman bahkan hubungan dengan orangtua serta mengakibatkan penurunan self esteem pada anak.
Problem personal anak juga terganggu dan hal tersebut mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikap. Hal ini dapat terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah, terbatasnya kemampuan korban solving, dan kecenderungan sikap anak untuk melakukan tindak kekerasan.
Dutton (2005) menyimpulkan bahwa trauma masa kecil mengarahkan pada pengembangan gejala trauma kronis pada saat anak beranjak dewasa, hal ini akan meningkatkan resiko mereka untuk menyerang pasangan dalam hubungan mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerig (1999) yang dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan adalah anaklaki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami kekerasan memiliki resiko tiga kali lipat menjadi pelaku kekerasan terhadap istri dan keluarga mereka di masa yang akan datang sedangkan pada anak perempuan akan menjadi perempuan yang pasif dan cenderung untuk menjadi korban dalam kekerasan di dalam keluarga sedangkan penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Daugvergne dan Johnson di tahun 2001 menjelaskan bahwa anak-anak saksi KDRT akan mengembangkan persepsi yang salah tentang kekerasan, yaitu mereka akan menganggap bahwa kekerasan adalah cara yang efektif untuk menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi.
Oleh karena itu sebaiknya orang tua yang sedang bertengkar agar tidak melibatkan anak dan tidak bertengkar di depan anak-anak karena akan menimbulkan dampak buruk bagi perkembangan kepribadian anak. Anak-anak yang pernah mengalami tindak kekerasan agar diberi pendampingan bantuan moril dari orang terdekat seperti keluarga, teman atau seorang tenaga ahli seperti seorang psikolog supaya anak bisa tumbuh menjadi orang yang lebih percaya diri.
Perlunya pendampingan dari seorang psikolog atau tenaga ahli agar dapat menumbuhkan sikap terbuka sehingga anak mau bercerita mengenai masalah yang sedang dihadapinya untuk mengurangi trauma, beban psikologis dan emosi-emosi yang terpendam. Saran kepada masyarakat yang melihat anak korban kekerasan dalam rumah tangga agar tidak mengejek atau mencemooh, tetapi memberikan dukungan dan bantuan bagi korban.
Segala bentuk dukungan dan bantuan moril yang diberikan oleh masyarakat, keluarga terdekat, teman maupun seorang psikolog kepada anak yang pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan dalam rumah, semoga dapat mengurangi potensi untuk menjadi pelaku KDRT yang akan datang.
sumber : dosenpsikologi.com
Penulis : Fredy A.P.
Editor : Nora L.
Publisher : Fredy A.P.