• Mon. Oct 7th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Mewujudkan Polri Yang Dimiliki Masyarakat Bag II

Bysusi susi

Apr 4, 2022

Tribratanews.kepri.polri.go.id – Upaya perbaikan kinerja Polri dalam hal pemeliharaan Kamtibmas telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, namun berbagai penelitian menyimpulkan hasil yang relatif sama, yaitu belum adanya peningkatan pandangan positif masyarakat terhadap kinerja Polri tersebut. Hal sebaliknya justru semakin berkembang. Masyarakat semakin merasa tidak aman akibat kejahatan yang semakin tidak terkendali. Kepercayaan mereka terhadap keseriusan Polri dalam penegakan hukum dan kamtibmas juga merosot akibat buruknya penanganan terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh sejumlah oknum kepolisian, seperti backing judi, pungli, pemerasan, salah tembak, dan lain sebagainya. Berbagai peristiwa tersebut menambah buruk citra Polri di mata masyarakat dan sekaligus memperlebar jarak antara masyarakat dan kepolisian. Inilah fakta-fakta yang justru cenderung meningkat intensitasnya dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai hal-hal yang perlu dilakukan guna memperbaiki citra Polri di mata masyarakat dan sekaligus kembali mempererat hubungan kerjasama antara masyarakat dan kepolisian.

  1. Community Policing (Perpolisian Masyarakat)

Dalam rangka memelihara dan meningkatkan Kamtibmas ke depan, Polri diminta untuk melaksanakan seluruh tugas-tugas yang disandangnya dengan prioritas yang sama. Akan tetapi, dalam konteks kepolisian modern, menempatkan Polri sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan kamtibmas adalah pandangan usang. Terlebih masyarakat saat ini menuntut agar pendekatan preemtif dan preventif menjadi prioritas di dalam proses pemeliharaan kamtibmas ke depan.

Berkaitan dengan pemikiran untuk meningkatkan rasa aman, situasi tenteram dan tertib di tengah-tengah masyarakat, maka perumusan kontrak sosial baru antara para pihak (stakeholder) menjadi suatu hal yang mutlak. Di satu sisi, polisi harus berupaya meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat; di sisi lain, masyarakat harus meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan-kegiatan operasional kamtibmas. Sebagai contoh, pos ronda di setiap kelompok masyarakat harus diaktifkan secara intensif, sementara kerjasama operasional kondusif dalam menangkap pelaku kejahatan juga harus dilakukan. Pemecahan masalah kamtibmas sebisa mungkin harus secara aktif melibatkan masyarakat sebesar-besarnya, di samping juga kepolisian.

Partisipasi publik mengandung pengertian sebagai upaya melibatkan unsur masyarakat secara aktif dalam kegiatan kepolisian. Partisipasi publik ini merupakan cermin dari adanya kepercayaan masyarakat kepada polisi. Harus ada upaya alternatif kegiatan bersama antara polisi dan masyarakat yang tak hanya berkaitan dengan menjaga keamanan dan ketertiban bersama. Pada kegiatan ini, posisi polisi dan masyarakat adalah sejajar. Partisipasi publik dapat pula diwujudkan dalam proses rekrutmen anggota POLRI. Misalnya saja, pada tes-tes tertentu seperti psikotes, polisi dapat melibatkan unsur masyarakat yang ahli dalam bidang tersebut. Adanya partisipasi publik, dapat mendukung prinsip transparansi dan akuntabilitas POLRI terhadap masyarakat. Membentuk kelompok sadar peduli Kamtibmas, dengan posisi yang sejajar dengan polisi. Selama ini, kelompok serupa berada pada posisi ‘di bawah’ koordinasi polisi. Akibatnya, kelompok serupa juga merasa dirinya berada ‘di atas’ dibandingkan masyarakat lainnya, sehingga yang terbentuk adalah sifat arogan, dan mengarah pada adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan karena merasa dekat dengan polisi. Padahal seharusnya, kelompok tersebut dapat berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dengan polisi. Adanya kedekatan masyarakat dengan polisi, akan berimplikasi pada terciptanya partisipasi publik.

Polisi dapat dekat dengan masyarakat, jika polisi tahu apa yang diinginkan oleh masyarakatnya (tentunya dalam hal menciptakan rasa aman). Jika dikaitkan dengan fungsi kepolisian, di mana polisi harus mampu menilai berbagai situasi kamtibmas yang terjadi di masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa dalam melakukan pencegahan kejahatan harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat setempat. Mengetahui dan memahami gejala sosial ini dapat terwujud jika ada komunikasi timbal balik antara polisi dengan masyarakat. Pada situasi inilah dapat dikatakan adanya kedekatan antara polisi dengan masyarakat. Menciptakan situasi kedekatan tersebut, tentunya bukan hal yang semudah membalikan telapak tangan. Perlu ada rasa saling percaya yang timbul di antara keduanya di mana masyarakat percaya bahwa polisi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan sebaliknya, polisi percaya bahwa masyarakat adalah mitra yang dapat diajak bekerja sama dalam mewujudkan tugas dan fungsi kepolisian.

Upaya untuk mendekatkan POLRI dengan masyarakat harus dilakukan dengan adanya keterbukaan dari polisi untuk menerima keluhan dari masyarakat. Keterbukaan ini dapat diwujudkan dalam bentuk kemudahan akses untuk melaporkan apa pun kejadian atau peristiwa yang dialami atau yang terjadi di wilayahnya. Selain itu, perlu ada penanaman pemahaman bahwa menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, adalah merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya polisi.

Hubungan antara masyarakat dengan polisi adalah saling mempengaruhi, atau lebih tepatnya, keberadaan polisi dalam masyarakat adalah fungsional dalam struktur kehidupan. Dapat dikatakan, bahwa sebagai sebuah hubungan yang saling mempengaruhi, maka ada timbal-balik fungsional antara masyarakat dengan polisi. Pada segi model kepolisian, hal ini sesuai dengan apa yang disebut community policing.

Esensi dari pelaksanaan community policing yang sedang dikembangkan POLRI pada saat ini, seharusnya adalah pada pencegahan kejahatan dan bukan semata-mata menindak kejahatan. Tentunya, pencegahan kejahatan antara lain adalah dengan membantu masyarakat untuk memecahkan masalah yang berpotensi pada munculnya tindak kriminalitas, seperti pengambilan atau penentuan kebijakan kepolisian yang berkaitan atau bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat (misalnya teknis patroli, pelaksanakan operasi kepolisian, razia dan sebagainya).

Dalam konteks pendekatan keamanan dan ketertiban, dapat dilakukan dengan membuat sispamkota/sispamda yang melibatkan perangkat daerah setempat dengan pola yang ‘bernuansa daerah’. Misalnya, membuat jaringan antara polisi dengan aparat keamanan Pemda (polisi pamong praja, hansip/linmas) maupun dengan unsur lainnya yang bersifat in action. Cara ini implikatif dengan bagaimana teknik/taktik/strategi menjalankan metode pemolisian yang berbasis kepada masyarakat.

David Baley (1998) menyatakan bahwa polisi modern, polisi masa depan itu adalah polisi yang mampu mencegah kejahatan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada pada masyarakat setempat. Jadi, kunci keberhasilannya adalah kemampuan polisi untuk melibatkan masyarakat dalam memerangi dan utamanya mencegah kejahatan. Membentuk polisi seperti itu tak mudah dan mahal. Bila Indonesia menghendaki Polri makin baik dan mampu menurunkan kriminalitas secara bersistem dan penuh keberhasilan, maka semahal apapun polisi semacam itu harus mulai direkrut mulai saat ini juga.

Penulis : Joni Kasim

Editor : Nora Listiawati

Publish : Juliadi Warman