• Mon. Nov 25th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Mengenal Sejarah Polisi Wanita

ByNora listiawati

Mar 28, 2023

pid.kepri.polri.go.id   Tanggal 1 September diperingati sebagai Hari Polwan Indonesia. Secara proporsi, jumlah polisi wanita atau disingkat polwan, di Indonesia pada 2021 hanya 6 persen dari jumlah total personel Polri. Meski proporsinya terbilang kecil, jumlah polwan dari tahun ke tahun terus meningkat. Selain itu, sejak tahun 2000-an, semakin banyak kesempatan bagi polwan untuk menduduki beberapa jabatan strategis di tubuh Polri. Pada awal didirikan, tugas polwan adalah membantu penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan wanita, baik sebagai korban maupun pelaku kejahatan. Seiring berjalannya waktu, tugas polwan mulai berkembang jauh, bahkan hampir menyamai tugas polisi pria. Berikut ini sejarah polwan atau polisi wanita. Keibodan, Barisan Pembantu Polisi Bentukan Jepang Pendidikan polisi wanita tanpa pangkat Tanggal 1 September 1948 ditetapkan sebagai Hari Lahir Polwan di Indonesia. Kendati demikian, peran penting polwan sebenarnya telah dibutuhkan sejak awal kemerdekaan Indonesia. Polwan dibutuhkan untuk membantu penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan wanita, baik wanita itu sebagai korban maupun pelaku. Pada masa pendudukan Belanda di Indonesia, jika ada kejahatan yang melibatkan wanita dan dibutuhkan penggeledahan atau pemeriksaan, polisi biasanya meminta bantuan istri mereka untuk menangani hal tersebut. Setelah proklamasi kemerdekaan, upaya melibatkan wanita dalam tugas kepolisian dilakukan di Malang, Jawa Timur. Saat itu, di Malang ada kamp tahanan Belanda yang terdiri dari wanita dan anak-anak. Di tangan Pemerintah Indonesia yang baru terbentuk, 25 wanita muda dididik untuk menjadi polisi wanita, tetapi tanpa pangkat. Pendidikan mereka dimulai pada 29 September 1945. Baca juga: Gestapo, Polisi Rahasia Nazi Jerman Pembentukan polwan Pada masa perjuangan RI mempertahankan kemerdekaan, terutama saat Belanda melancarkan Agresi Militer, terjadi arus pengungsi dari beberapa daerah.Di Yogyakarta, per Januari 1948, terdapat 38.000 pengungsi, di mana 8.800 di antaranya merupakan pengungsi bangsa lain. Saat itu, Yogyakarta menjadi markas besar Djawatan Kepolisian Nasional (DKN). Sedangkan di Sumatera, pengungsi banyak di Bukittinggi, di mana terdapat markas besar daerah Djawatan Kepolisian Negara Sumatera. Di Bukittinggi, jumlah pengungsi membeludak hingga melebihi jumlah penduduk asli. Saat itu, ada kecurigaan pula apabila pengungsi yang berdatangan adalah mata-mata Belanda, sehingga dilakukan pemeriksaan pada barang dan tubuh pengungsi. Alhasil, timbul kecanggungan ketika polisi pria harus memeriksa tubuh pengungsi wanita. Melihat kondisi itu, Kepala Jawatan Kepolisian Sumatera memohon kepada Kepala Kepolisian Negara di Yogyakarta, untuk menyelenggarakan pendidikan polisi wanita di Bukittinggi. Baca juga: Mengapa pada Awal Kemerdekaan Tidak Segera Dibentuk Tentara Nasional? Permohonan itu dikabulkan, dan Cabang Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Sumatera Barat, mendapatkan enam calon dari sembilan pendaftar. Enam calon yang telah bekerja sebagai guru, pegawai, bidan, dan pamong praja itu bernama: Mariana Mufti Nelly Pauna Situmorang Rosmalina Pramono Dahniar Sukotjo Djasmainar Husein Rosnalia Taher Enam wanita tersebut secara resmi diterima sebagai angkatan kedua Sekolah Inspektur Polisi (Sekolah Polisi Negara) di Bukittinggi pada 1 September 1948. Itulah mengapa, tanggal 1 September kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Polwan Sejarah Tentara Pelajar di Indonesia Perkembangan pendidikan polwan Ketika Agresi Militer Belanda II meletus pada Desember 1948, pendidikan polwan terpaksa berhenti dan siswi diikutsertakan dalam perjuangan melawan pasukan Belanda. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, pada 19 Juli 1950, enam siswi dipanggil kembali untuk menjalani pendidikan Inspektur Polisi di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi, Jawa Barat, karena SPN di Bukittinggi dan Yogyakarta ditutup. Keenam wanita tersebut lulus pada 1 Mei 1951 dan dilantik menjadi Inspektur Polwan pertama di Indonesia. Mereka kemudian ditempatkan di Jakarta dan diberi tanggung jawab menangani kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak. Tugas mereka seperti melakukan pemeriksaan fisik wanita yang terkait perkara, melakukan pengawasan serta pemberantasan masalah pelacuran dan perdagangan wanita dan anak. Baca juga: Tentara Nasional Indonesia: Sejarah, Fungsi, dan Tugasnya Pada 1965, pendidikan calon perwira polwan diintegrasikan dengan calon perwira polisi pria untuk bersama-sama dididik di Akademi Angkatan Kepolisian (AAK) Yogyakarta. Kemudian, pada 1975, Depo Pendidikan dan Latihan (Dodiklat) 007 Ciputat membuka kelas pendidikan untuk bintara polwan. Lihat Foto Sejarah hari lahir Polwan tak lepas dari kehadiran enam calon polisi wanita pertama yang lolos seleksi mengikuti pendidikan inspektur polisi di Sekolah Polisi Negara Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 1 September 1948. Oleh karena itu, 1 September 1948 ditetapkan sebagai hari lahir Polwan. (dok Museum Polri) Pada 1982, Dodiklat 007 berubah nama menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan) Ciputat, menjadi tahun pertama bagi lembaga pendidikan yang khusus mendidik polisi wanita. Dua tahun kemudian, Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan), yang semakin menarik minat calon polwan. Sejak saat itu, jumlah polwan dari tahun ke tahun terus meningkat dan mulai tahun 2000-an, semakin banyak kesempatan bagi polwan untuk menduduki beberapa jabatan strategis di tubuh Polri.

penulis : Fredy Adi Pratama

Editor : Nora Listiawati

Publisher : Roy Dwi Oktaviandi