• Sun. Oct 6th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Kejahatan Teknologi Informas (Cyber Crime)

ByNora listiawati

Oct 29, 2022

pid.kepri.polri.go.id  Beberapa orang yang menjalin asmara dengan pasangan, tentu menginginkan kisah cintanya berujung bahagia. Dengan rasa cinta, seseorang tentu mempercayai sepenuhnya janji manis yang diucapkan hingga hadiah indah yang diberikan. Namun terkadang dalam proses itu tak sedikit orang yang akhirnya terluka karena kisah cinta yang tak bahagia.

 

Hubungan antara laki-laki dan perempuan, tidak hanya terbatas oleh pernikahan namun juga hubungan persahabatan dan pacaran. Banyak dari kalangan muda akhirnya menyatukan perasaan dengan status pacaran.

 

Ketika menjalin hubungan tersebut tidak semua sepasang kekasih mendapat kebahagian, namun sebagian dari mereka kerap mendapat kekerasan dalam hubungan.

 

Dalam konteks “berpacaran”, kekerasan yang timbul merupakan Kekerasan Dalam Hubungan Personal (hubungan pribadi/pacaran). Istilah ini populer disebut sebagai Toxic Relationship, dalam keadaan ini akan ada salah satu pihak merasa tertekan baik karena mendapat ancaman verbal atau tindakan kekerasan.

 

 

Siapapun dapat menjadi korban baik perempuan ataupun laki-laki meskipun dalam beberapa temuan perempuan lebih rentan mengalami kekerasan.

 

Apa itu Kekerasan dalam pacaran (KDP)

Menurut (Warthe & Tutty, 2009) KDP merupakan penerapan kekuatan atau kontrol oleh setidaknya satu anggota dari pasangan yang belum menikah dalam hal emosional, psikologis, spiritual, bentuk paksaan fisik, atau seksual.

 

Data menunjukan jumlah tingkat kekerasan dalam hubungan personal pada tahun 2020 terus meningkat hingga 79%. Angka tersebut sangat tinggi, mengingat dengan hubungan seharusnya individu merasa aman dan mendapat kasih sayang bukan justru rasa kekhawatiran.

 

Tidak sedikit seseorang mengatasnamakan cinta untuk menormalisasi tindakan kekerasan yang dilakukan pasangan. Hal ini disebabkan oleh rasa cemas, lemah, dan kurang percaya diri apabila ditinggal oleh kekasihnya, kemudian rasa peduli serta kasih sayang yang besar kepada pasangan meskipun tahu sudah melakukan kekerasan.

 

Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Berpacaran

 

Menurut  Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak  (2018), tindakan kekerasan yang dimaksud, diantaranya :

 

  1. Kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencekram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain.

 

  1. Kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekan dan lainnya.

 

  1. Kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.

 

  1. Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.

 

  1. Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.

 

Pelaku KDP Dapat Terjerat Hukum

Puan, kekerasan dalam pacaran bukanlah kasus personal yang hanya dapat diselesaikan secara pribadi. Apabila puan mendapat bentuk kekerasan yang telah disebutkan serta ingin menjerat secara hukum pelaku yaitu mantan pasangan.

 

Tentu, hal itu dapat diupayakan meskipun belum diatur secara khusus untuk menetapkan dasar hukum. KDP masih berbentuk delik aduan, yang artinya bisa dituntut apabila ada aduan dari orang yang dirugikan. (Jurnal Koran Tempo, 2022).

 

Ada beberapa pertimbangan ketika ingin mengajukan kasus tersebut, usahakan puan memiliki support system sehingga mendapat dukungan dan pendampingan yang diperlukan untuk menguatkan diri secara psikologis dan keamanan—terutama dari kemungkinan ancaman pelaku.

 

Dukungan itu dapat berasal dari keluarga, teman dekat, guru hingga lembaga bantuan hukum (LBH) ini dibutuhkan untuk menyiapkan substansi laporan, termasuk kronologi kejadian ketika berhadapan dengan polisi karena sebagian aparat penegak hukum memandang KDP sebagai urusan personal dan bias gender.

 

Menelisik Hukum Bagi Pelaku

KDP masih berupa delik aduan, tentu akan dihukum sesuai aduan korban sehingga banyak pasal yang dapat disesuaikan untuk menjerat pelaku.

 

Kekerasan yang dimaksud, dapat berupa :

 

Penganiayaan.

Dalam KUHP, pasal 351 ayat 4 disebutkan bahwa penganiayaan disamakan dengan “sengaja merusak kesehatan orang”.

 

Penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP ini dinamakan “penganiayaan biasa” dengan ancaman hukuman paling lama 2 tahun penjara.

 

Ancaman hukumannya lebih berat apabila penganiayaan biasa ini berakibat luka berat atau kematian, yakni masing-masing maksimal 5 tahun dan 7 tahun penjara.

 

Perbuatan Tidak Menyenangkan.

 

Puan, apabila mantan pacar sering sekali bertindak kasar dalam arti, makian, ancaman, ataupun kata-kata merendahkan hingga menyerang kondisi batin dan berdampak psikologis.

 

Puan dapat melapor dengan menggunakan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.

 

Dalam putusan perkara Nomor 1/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi merumuskan Pasal 335 ayat 1 butir 1 menjadi, “Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”

 

Kekerasan Seksual

Setelah ditetapkan sejak 12 April 2022, dalam UU TPKS pasal 35 yang lebih berpihak pada korban. Dilansir dari kumparan, isi UU TPKS berupa :

 

1.Kemudahan bagi korban untuk melapor

 

2.Adanya tindak pidana untuk pemaksaan perkawinan

 

3.Dana ganti rugi untuk korban

 

4.Memberikan perlindungan dengan sebaik-baiknya untuk korban

 

5.Semua perilaku pelecehan seksual baik fisik maupun verbal dinyatakan sebagai kekerasan seksual

 

Dalam Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS dipaparkan ada 9 jenis perbuatan yang tergolong sebagai kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

 

Puan, itulah beberapa dasar hukum yang dapat kamu jadikan gugatan untuk pelaku tindakan kekerasan. Jangan takut untuk melapor semua tindakan yang tidak sesuai aturan, dan segeralah melapor kepada Komnasperempuan apabila kamu membutuhkan bantuan.

 

Tidak perlu takut, kamu lebih berharga dari apapun juga.

(sumber kompasiana.com/thereisilvaaa)

 

Penulis : firman Edi

Editor : Nora Listiawati

Publisher : Roy Dwi Oktaviandi