pid.Kepri.polri.go.id – Demikian pula, perbuatan si Bapak tidak dapat dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga karena yang bersangkutan tidak masuk dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU 23/2004”):
- Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:
- suami, isteri, dan anak;
- orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
- orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
- Kami tidak mengerti maksud dari “mempunyai hak sebagai anak seutuhnya” dalam konteks pertanyaan Anda. Jika yang Anda maksud adalah hak-hak sebagai anak, jika anak tersebut belum mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya, maka tidak ada hak sebagai anak dari laki-laki tersebut.
Kemudian mengenai pertanyaan Anda selanjutnya terkait kekuatan hukum dari keterangan saksi korban di bawah umur, dalam hal anak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, Pasal 55 UU 23/2004 menyatakan bahwa:
Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa menurut Pasal 145 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui/Het Herzienne Inlandsche Reglement (HIR), sebagai saksi tidak dapat didengar:
- Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lulus;
- Istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
- Anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya 15 tahun;
- Orang, gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang.
Jadi, anak yang umurnya masih di bawah 15 tahun tidak dapat didengar sebagai saksi. Dalam penjelasan HIR disebutkan bahwa anak-anak di bawah umur 15 tahun tersebut boleh juga didengar keterangannya dengan tidak disumpah, akan tetapi keterangan mereka itu tidak merupakan bukti kesaksian, melainkan hanya sebagai penerangan saja. Hal ini diperkuat dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), bahwa anak yang umurnya belum cukup 15 tahun dan belum pernah kawin boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah.
Jadi, seorang anak yang umurnya di bawah 15 tahun bisa diperiksa untuk diambil keterangannya, akan tetapi keterangan tersebut diambil tidak dengan sumpah dan tidak diperlakukan sebagai alat bukti keterangan saksi di pengadilan, melainkan hanya sebagai penerangan saja.
Sumber : KUHP tentang Perlindungan Anak
Penulis : Joni Kasim
Editor : Nora Listiawati
Publish : Juliadi Warman