Setiap tanggal 25 Maret, dunia memperingati Hari Peringatan Internasional untuk Korban Perbudakan dan Perdagangan Budak Transatlantik. Hari ini ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengenang jutaan pria, wanita, dan anak-anak keturunan Afrika yang menjadi korban sistem perdagangan manusia yang brutal selama lebih dari 400 tahun. Perdagangan budak transatlantik merupakan salah satu bab tergelap dalam sejarah umat manusia, yang meninggalkan dampak sosial dan ekonomi hingga saat ini.
Selama abad ke-16 hingga ke-19, diperkirakan lebih dari 15 juta orang Afrika diculik, dipaksa meninggalkan tanah air mereka, dan diperjualbelikan sebagai budak ke Amerika, Karibia, dan Eropa. Mereka dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, terutama di ladang kapas, tebu, dan tambang. Banyak yang kehilangan nyawa dalam perjalanan melintasi Samudra Atlantik karena penyakit, kelaparan, dan kekerasan. Sistem ini tidak hanya menindas secara fisik, tetapi juga menghapus identitas budaya dan kemanusiaan mereka.
Hari peringatan ini menjadi momentum refleksi atas pentingnya keadilan, kesetaraan, dan penghapusan diskriminasi rasial. PBB mendorong negara-negara anggota untuk mengedukasi masyarakat, khususnya generasi muda, tentang sejarah perbudakan agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan. Museum, seminar, pertunjukan seni, dan kampanye kesadaran kerap diadakan untuk menghormati para korban serta merayakan kontribusi keturunan Afrika dalam pembangunan dunia modern.
Salah satu simbol penting peringatan ini adalah “Ark of Return”, monumen permanen yang berada di markas besar PBB di New York. Monumen ini dibangun sebagai ruang kontemplasi dan penghormatan terhadap korban perbudakan. Di balik kesedihan dan ketidakadilan yang pernah terjadi, hari ini juga menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan rasisme dan eksploitasi manusia masih harus terus dilanjutkan.
Dengan memperingati Hari Peringatan Internasional untuk Korban Perbudakan dan Perdagangan Budak Transatlantik, kita tidak hanya mengingat masa lalu, tetapi juga membangun komitmen kolektif untuk menciptakan dunia yang lebih adil, setara, dan bebas dari perbudakan dalam bentuk apa pun. Sebab, menghormati kemanusiaan berarti memastikan bahwa tidak ada satu pun jiwa yang diperlakukan sebagai barang dagangan.