https://pid.kepri.polri.go.id/
Apa fungsi dari penangkapan dan/atau penahanan dalam penyidikan suatu tindak pidana?
Pertama-tama kami akan menjelaskan mengenai penangkapan. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 20 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Dari sini kita bisa ketahui bahwa tindakan penangkapan dilakukan oleh penyidik pada proses penyidikan.
- Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 158) mengatakan bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP:
– seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;
– dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
Penjelasan Pasal 17 KUHAP mengatakan bahwa pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.
Berkaitan dengan fungsi penangkapan itu sendiri, dari definisi penangkapan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa penangkapan dilakukan guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan.
- Yahya mengatakan bahwa penangkapan harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP (hal. 157). Selain itu, penting diingat bahwa alasan untuk kepentingan penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan untuk maksud selain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan (hal. 159).
Masih berkaitan dengan fungsi penangkapan, menurut M. Yahya (hal. 157) sebagaimana kami sarikan, wewenang yang diberikan kepada penyidik sedemikian rupa luasnya. Bersumber atas wewenang tersebut, penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang asal masih berpijak pada landasan hukum. Salah satu bentuk pengurangan kebebasan dan hak asasi itu adalah dengan dilakukannya penangkapan. Akan tetapi harus diingat bahwa semua tindakan penyidik mengenai penangkapan itu adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi demi untuk kepentingan pemeriksaan dan benar-benar sangat diperlukan sekali.
Selanjutnya kami akan jelaskan mengenai penahanan. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 21 KUHAP). Dalam praktiknya, seringkali status tahanan menjadi berkepanjangan karena proses pemeriksaan di pihak kepolisian masih berjalan. Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik (dalam hal ini kepolisian) karena kewajibannya memiliki wewenang melakukan penahanan. Selain itu, penahanan juga bisa dilakukan oleh penuntut hukum atau hakim sesuai tahapan proses peradilan pidana (Pasal 20 KUHAP).
Tujuan penahanan dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 20 KUHAP, yakni:
- Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan;
- Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan;
- Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Sebagai referensi, penjelasan mengenai jangka waktu penahanan di setiap tingkat pemeriksaan tindak pidana dapat Anda simak dalam artikel Jangka Waktu Maksimal Penahanan di Kepolisian.
Menjawab pertanyaan Anda, mengenai fungsi dilakukannya penahanan dapat kita ketahui secara implisit dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang mengatakan bahwa perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Jadi, fungsi dilakukannya penahanan itu adalah mencegah agar tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Dasar hukum:
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Menurut Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dalam praktiknya, seringkali status tahanan menjadi berkepanjangan karena proses pemeriksaan di pihak kepolisian masih berjalan. Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik (dalam hal ini kepolisian) karena kewajibannya memiliki wewenang melakukan penahanan.
Penahanan itu sendiri dibagi-bagi berdasarkan kepentingannya. Pasal 20 KUHAP membagi penahanan itu menjadi 3 (tiga) yaitu:
- Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan
- Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan
- Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan
Jangka waktu penahanan baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung, diatur dalam Pasal 24 KUHAP sampai dengan Pasal 29 KUHAP, dengan perincian sebagai berikut:
Tingkat Penahanan
Pihak yang Berwenang Melakukan Penahanan.
Di samping itu, dalam artikel Aturan Jangka Waktu Pelaksanaan Wajib Lapor dikatakan bahwa dalam Pasal 29 KUHAP juga diatur ketentuan mengenai pengecualian jangka waktu penahanan, hal mana dimungkinkannya perpanjangan penahanan dengan waktu maksimal 60 hari di setiap tingkatan, yaitu dalam hal tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, atau perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 (sembilan) tahun atau lebih.
Menjawab pertanyaan Anda, jika jangka waktu sebagaimana yang kami sebut di atas sudah terlewati, hal tersebut bukan berarti tersangka bebas dari hukum. Akan tetapi, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum (Pasal 24 ayat (4) KUHAP).
Yang dapat membuat tersangka bebas dari hukum adalah apabila dihentikan penyidikan atas tersangka. Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu:
- Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.
- Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.
- Penghentian penyidikan demi hukum. Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.
Sumber : https://www.neliti.com/
Penulis : Roy Dwi Oktaviandi
Editor : Firman Edi
Publisher : Firman Edi