pid.kepri.polri.go.id- Ketentuan hukum mengenai bukti dalam perkara perdata yang diduga palsu, dapat merujuk pada ketentuan Pasal 1872 KUH Perdata yang menyatakan:
Jika suatu akta otentik, yang berupa apa saja, dipersangkakan palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
- Jika Perkara Belum Diputus Pengadilan
Jadi, dalam hal surat yang diduga palsu ternyata diajukan sebagai alat bukti dalam suatu perkara perdata yang belum diputus oleh Pengadilan, maka Pasal 138 ayat (7) dan ayat (8) HIR mengatur:
Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang dimasukkan itu menimbulkan sangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka pengadilan negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai yang berkuasa untuk menuntut kejahatan itu.
Perkara yang dimajukan pada pengadilan negeri dan belum diputus itu, dipertangguhkan dahulu, sampai perkara pidana itu diputuskan.
Menurut pasal ini, maka apabila pemeriksaan surat tersebut menimbulkan sangkaan bahwa surat ini palsu, maka segala surat-surat yang mengenai hal itu disampaikan kepada Jaksa, yang berwajib untuk menuntut kejahatan itu.
Oleh karena itu, jika bukti yang diajukan oleh salah satu pihak dalam perkara perdata diduga palsu atau dipalsukan, maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta pengadilan negeri untuk mengirimkan surat yang diduga palsu tersebut untuk dilakukan penuntutan secara pidana, yang menurut hukum acara perdata akan menangguhkan proses pemeriksaan atas perkara perdata tersebut sampai adanya putusan pengadilan pidana yang berkekuatan hukum tetap.
- Jika Perkara Telah Diputus Pengadilan
Namun demikian, apabila perkara perdata yang di dalamnya diduga terdapat bukti palsu telah diputus dan bahkan dimenangkan oleh hakim, maka Anda dapat mengajukan laporan polisi atas dasar dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau penggunaan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Berdasarkan uraian di atas, maka bukti surat yang sudah dinyatakan palsu oleh putusan Pengadilan Pidana yang berkekuatan hukum tetap merupakan salah satu alasan hukum untuk mengajukan Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum luar biasa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan salah satunya :
Aapabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
Demikian, semoga bermanfaat.
sumber : hukumonline.com
Penulis : Firman Edi
Editor : Juliadi Warman
Publisher : Firman Edi