• Sat. Apr 26th, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

BERILMU SEBELUM BERHUTANG

ByNora listiawati

Oct 13, 2023

https://pid.kepri.polri.go.id/

Berutang tidak hanya butuh nyali dan sedikit ketebalan kulit muka, lebih penting dari itu berutang juga butuh ilmu. Sebab banyak sekali timbul permasalahan di tengah masyarakat yang disebabkan oleh utang-piutang yang dilakukan tanpa ilmu dan etika. Gara-gara utang, tali silaturahim terputus. Mau berkunjung ke rumah saudara batal karena takut disangka mau menagih utang. Garagara utang, hubungan pertemanan hancur berantakan. Gara-gara utang, warung tetangga gulung tikar. Hiroshima dan Nagasaki hancur karena bom, warung si emak dan si aki hancur karena bon. Oleh sebab itu, wajib hukumnya bagi seorang muslim sebelum ia berutang untuk mengetahui ilmu dan adab-adabnya. Sehingga tidak melanggar rambu-rambu yang ditetapkan oleh syariat Islam yang memang dirumuskan untuk kemaslahatan umat manusia di dunia maupun di akhirat.

A.Hadits-hadits Anjuran Mengutangkan

Terdapat beberapa hadits yang menyatakan anjuran untuk memberikan pinjaman sukarela tanpa mengharapkan imbalan atau mendapatkan keuntungan. Salah satunya hadits berikut:

1. Hadits Pertama

dari Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah.” (HR. Ibnu Majjah)1 Pada hadits di atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم menjelaskan bahwa pahala dua kali mengutangkan sama dengan pahala satu kali sedekah. Dari situ kita pahami bahwa pahala sedekah lebih besar daripada pahala mengutangkan. Hal tersebut masuk akal karena orang yang menyedekahkan hartanya, pada umumnya tidak mengharapkan pengembalian. Ikhlas begitu saja. Sedangkan orang yang mengutangkan, tentu berharap harta yang diutangkannya itu akan dikembalikan di kemudian waktu. Tetapi, dalam kesempatan lain Nabi menemukan kenyataan berbeda. Ketika Nabi melaksanakan Isra’ Mi’raj , Nabi sempat diajak jalan-jalan ke surga. Di salah satu pintu surga Nabi menemukan sebuah tulisan yang terasa agak janggal. Isi tulisan tersebut bertentangan dengan apa yang selama ini Nabi ketahui bahwa pahala sedekah lebih besar dari pahala mengutangkan. Tetapi tulisan tersebut malah menyatakan sebaliknya, Nabi pun heran dan langsung menanyakan hal tersebut kepada malaikat Jibril. Kisah selengkapnya bisa kita simak dalam hadis berikut.

2. Hadits Kedua

Shahih Ibnu Hibban, kitab al-buyu’, hadits No. 5040.

Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda,”Aku melihat pada waktu malam diisra’kan, pada pintu surga tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan belas kali. Aku bertanya, Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah? Ia menjawab, karena peminta, meminta sesuatu padahal ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan.” (HR. Ibnu Majjah).

Dalam hadis di atas Jibril menjelaskan bahwa bisa jadi pinjaman yang kita berikan kepada orang yang sedang membutuhkan, lebih besar pahalanya daripada pahala sedekah. Karena orang yang meminjam, biasanya dalam keadaan butuh. Sehingga 2 Sunan Ibnu Majah, Kitab ash-shadaqat, bab al-qardh, hadits No. 2431, Al-Buwaishiri mengatakan hadits ini sanadnya dhaif (al-Buwaishiri, Zawaid Ibnu Majah, bab al-qardh, hadits No. 809). pinjaman yang kita berikan lebih tepat guna. Sedangkan sedekah, bisa jadi orang yang meminta-minta sedekah itu bukan orang miskin atau sedang dalam keadaan butuh. Bahkan dalam beberapa kasus, pengemis yang meminta-minta di jalanan di kota-kota besar, yang pakaiannya terlihat lusuh, compang-camping, ada yang membawa anak kecil yang tertidur atau mungkin ‘sengaja’ dibuat tidur, ternyata di kampung halamannya punya rumah mewah lengkap dengan kolam renang. Memang pada dasarnya, beberapa pengemis di lampu merah itu tidak mengemis karena terpaksa melainkan sudah menjadi profesi dan memang passion-nya dalam bidang itu. Sehingga masuk akal jika dalam hadits di atas dikatakan bahwa pahala meminjamkan kadangkadang lebih besar dari pahala sedekah.

3. Hadits Ketiga

Hadits selanjutnya menjelaskan secara umum anjuran untuk meringankan beban saudara kita sesama muslim, salah satunya dengan memberikan pinjaman.

Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda: Barangsiapa yang melepaskan dari seorang musli kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat; dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada oarng yang sedang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat; dan barangsiapa yang menutupi ‘aib seorang muslim di dunia, maka Allah akn menutupi ‘aibnya di dunia dan di akhirat; dan Allah akan senantiasa menolonh hambanya, selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. At-Tirmidzi)

B.Hadits-Hadits Anjuran Menghindari Utang

Jika hadits-hadits di atas menjelaskan anjuran bagi orang yang ingin memberikan utang, hadist-hadits berikut ini memberikan isyarat kepada kita agar sebisa mungkin menahan diri untuk berhutang, sampai kita benar-benar perlu. Salah satunya hadits berikut ini yang menjelaskan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم senantiasa berdoa kepada Allah جل جلاله memohon perlindungan agar tidak terlilit oleh utang.

1. Hadits Pertama

Dari Aisyah r.a: bahwa Rasulullah berdo’a dalam shalat: “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit hutang. Lalu ada seseorang yang bertanya: “Mengapa anda banyak meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya.” (HR Bukhari Muslim)34

2. Hadits Kedua

Lebih dari itu, bahkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah menolak ketika diminta untuk menyalatkan salah seorang sahabat yang meninggal dunia namun masih memiliki utang yang belum terlunasi.

“Dari Jabir Radhiyallahu anhu ia berkata, “Seorang laki-laki meninggal dunia dan kami pun memandikan jenazahnya, lalu kami mengkafaninya dan memberinya wangi-wangian. Kemudian kami datang membawa mayit itu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami berkata, ‘Shalatkanlah jenazah ini.’ Beliau melangkahkan kakinya, lalu bertanya, ‘Apakah dia mempunyai tanggungan utang?’ kami menjawab, ‘Dua dinar.’ Lalu beliau pergi. Abu Qatadah kemudian menanggung utangnya, kemudian kami datang kepada beliau lagi, kemudian Abu Qatadah berkata, ‘Dua dinarnya saya tanggung.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kamu betul akan menanggungnya sehingga mayit itu terlepas darinya? Dia menjawab, ‘Ya.’ Maka Rasûlullâh pun menshalatinya. Kemudian setelah hari itu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah yang telah dilakukan oleh dua dinar tersebut?’ Maka Abu Qatadah berkata, “Sesungguhnya ia baru meninggal kemarin.'” Jabir berkata, ‘Maka Rasûlullâh mengulangi pertanyaan itu keesokan harinya. Maka Abu Qatadah berkata, ‘Aku telah melunasinya wahai Rasûlullâh!’ maka Rasûlullâh bersabda, ‘Sekarang barulah dingin kulitnya

3. Hadits Ketiga

Dua hadits selanjutnya juga mengisyaratkan bahwa utang yang ditinggalkan oleh seseorang ketika dia meninggal akan menjadi salah satu perkara yang menghalanginya masuk surga.

Dari Tsauban r.a: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berhutang hadits ini di-hasankan oleh Imam Nawawi

4. Hadits Keempat

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Jiwa seorang mukmin itu tertahan oleh sebab utangnya sampai utang itu dilunasi

 

Sumber : http://eprints.radenfatah.ac.id/

Penulis : Fredy Adi Pratama
Editor : Firman Edi
Publisher : Firman Edi