pid.kepri.polri.go.id-Selain UU ITE, dalam KUHP sendiri, ada beberapa pasal yang dapat dikenakan kepada orang yang menghina pemerintah, yaitu:
- Pasal 207 KUHP
Jika kata-kata kasar tersebut dilakukan dengan tujuan menghina pemerintah, maka pelaku diancam pidana yang diatur dalam Pasal 207 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dimuka umum, dengan lisan atu tulisan menghina kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau sesuatu majelis umum yang ada di sana, dihukum penjara selama-lamnya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.
Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 164) menjelaskan bahwa pasal ini menjamin alat-alat kekuasaan Negara supaya tetap dihormati. Tiap-tiap penghinaan terhadap alat-alat tersebut dihukum menurut pasal ini.
Menurut Soesilo, menghina dengan lisan atau tulisan sama dengan menyerang nama baik dan kehormatan dengan kata-kata atau tulisan. Agar penghinaan tersebut dapat dihukum harus dilakukan dengan sengaja dan di muka umum, jika dilakukan dengan tulisan, misalnya dengan surat kabar, majalah, pamfelt dan lain-lain harus dibaca oleh khalayak ramai.
Soesilo menambahkan bahwa obyek-obyek yang dihina itu adalah sesuatu kekuasaan (badan kekuasaan pemerintah) seperti: Gubernur, Residen, Polisi, Bupati, Camat dan sebagainya, atau suatu majelis umum (parlemen, Dewan Perwakilan Rakyat, dan sebagainya). Penghinaan tersebut bukan mengenai orangnya. Jika yang dihina itu orangnya sebagai pegawai negeri yang sedang melakukan kewajiban yang sah, maka pelaku dikenakan Pasal 316 KUHP.
Soesilo kemudian mencontohkan bahwa orang yang mengatakan pada rapat umum atau menulis dalam koran “semua pembesar-pembesar polisi di Indonesia ini Koruptor atau babi yang tidak beragama”, maka dapat dikenakan pasal ini.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022/PUU-IV/2006, MK dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa terkait pemberlakuan Pasal 207 KUHP, penuntutan hanya dilakukan atas dasar pengaduan dari penguasa. Jadi, apabila pemerintah yang dihina tersebut tidak mengadukan kasus penghinaan ini maka tidak dapat dipidana.
- Pasal 316 KUHP
Sebagaimana telah disebutkan di atas, jika yang dihina itu orangnya sebagai pegawai negeri yang sedang melakukan kewajiban yang sah, maka pelaku dikenakan Pasal 316 jo. Pasal 310 – Pasal 315 KUHP yang berbunyi:
Hukuman yang ditentukan dalam segala pasal yang di atas dari bab ini dapat ditambah dengan sepertiganya, kalau penghinaan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri pada waktu atau sebab menjalankan pekerjaannya dengan sah.
Terkait pasal ini, R. Soesilo (hal. 229) menjelaskan bahwa ancaman hukuman terhadap kejahatan yang dilakukan kepada pegawai negeri yang sedang bertugas yang sah ditambah sepertiga dari ancaman pidana pada Pasal 310-315 KUHP misalnya, penghinaan terhadap agen polisi yang sedang meronda.
Tentang yang dimaksud dengan pegawai negeri, Soesilo merujuk pada Pasal 92 KUHP yang berbunyi:
- Yang masuk sebutan amtenar (pegawai), yaitu sekalian orang yang dipilih menurut pilihan yang sudah diadakan menurut undang-undang umum, demikian pula sekalian orang yang bukan karena pemilihan menjadi anggota Dewan pembuat Undang-undang Pemerintahan atau perwakilan rakyat yang dibentuk oleh atau atas nama pemerintah, seterusnya sekalian anggota dari Dewan-Dewan daerah dan setempat dan sekalian kepala bangsa Indonesia dan Timur Asing, yang melakukan kekuasaan yang sah.
- Yang masuk sebutan amtenar dan hakim, termasuk pula akhli memutus perselisihan; yang temasuk sebutan hakim, yaitu mereka yang menjalankan kekuasaan hukum administrative, demikian juga ketua dan anggota dewan agama.
- Sekalian orang yang masuk bala tentara dipandang juga sebagai amtenar.
Soesilo menjelaskan bahwa undang-undang tidak memberikan definisi tentang apa yang diartikan dengan amtenaar atau pegawai negeri. Pasal ini hanya memberikan perluasan pengertian amtenaar itu. Adapun menurut yuris prodentie yang diartikan dengan ambtenaar adalah orang yang diangkat oleh kekuasaan umum menjadi pejabat umum untuk menjalankan sebagian dari tugas Pemerintahan atau bagian-bagiannya.
Jadi unsur-unsur yang termasuk disini adalah:
- pengangkatan oleh instansi umum;
- memangku jabatan umum; dan
- Melakukan sebagian dari tugas pemerintah atau bagian-bagianya.
Penghinaan terhadap pegawai negeri ini bukan delik aduan. Tetapi kemudian Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal ini merupakan delik aduan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XIII/2015.
- Pasal 208 KUHP
Jika penghinaan tersebut dilakukan dengan cara mempertontonkan atau dengan menempelkan tulisan atau gambar yang isinya penghinaan terhadap pemerintah, maka pelakunya akan diancam pidana dengan Pasal 208 ayat (1) KUHP sebagai berikut:
Barang siapa menyiapkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya penghinaan bagi sesuatu kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau bagi sesuatu mejelis umum yang ada di sana, dengan niat supaya isi yang menghina itu diketahui oleh orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak, dis hukum penjara paling lama 4 bulan atau denda sebanyak Rp 4.500-,.
Terkait pasal ini, R. Soesilo (hal. 165) menjelaskan bahwa pasal ini merupakan delik penyebaran dari kejahatan dalam Pasal 207 KUHP. Yang dihukum menurut pasal ini ialah orang yang menyiarkan, mempertontonkan tulisan atau gambar (siapapun yang membuatnya) yang berisi penghinaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 207 KUHP dengan maksud supaya penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh orang banyak.
Semoga bermanfaat.
Smber : https://www.mkri.id/i
Editor : Joni kasim
Publish : Nora
Penulis : Firman