• Thu. Apr 24th, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Apa Itu Debt Collector?

Byadmin bidhumas

Nov 16, 2023

https://pid.kepri.polri.go.id/

Bagi banyak orang, kata “debt collector” mungkin terlihat menyeramkan dan memiliki konotasi beragam lainnya. Padahal, tugas seorang debt collector adalah hanya untuk menagih hutang debitur yang sudah terlalu lama menunggak. Penyebab banyak kejadian yang tidak diinginkan yang dialami oleh debitur dengan debt collector adalah kesalahpahaman antara kedua belah pihak dan metode penyelesaian masalah yang kurang tepat. Jika, kedua belah pihak sama-sama kooperatif, maka dipastikan tidak ada kejadian penagihan hutang yang melibatkan kekerasan baik secara verbal bahkan fisik. Karena tentunya, hal tersebut sangat merugikan banyak pihak dan dapat mengganggu keharmonisan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Debt collector adalah pihak ketiga yang ditunjuk oleh Lembaga Keuangan atau kreditur dengan tujuan untuk menagih hutang debitur yang menunggak dengan kriteria tertentu. Tidak semua jenis hutang akan ditagih oleh debt collector, tetapi biasanya jenis hutang yang ditagih adalah hutang yang sudah terlalu lama dari jatuh temponya tidak terbayar oleh debitur. Setiap Lembaga keuangan memiliki peraturan yang berbeda mengenai kapan penagihan hutang dikelola oleh debt collector.

Penagihan hutang sejatinya harus dilakukan dengan etika dan standar perusahaan yang berlaku. Pemilik hutang harus mampu dan memiliki kesadaran untuk membayarkan hutang dengan tepat waktu sesuai dengan perjanjian. Sementara, kreditur dan debt collector sejatinya hanya melaksanakan tugas untuk dapat menagih hutang agar kinerja perusahaan tetap terjaga, terutama pada performa Non-Perfoming Loan (NPL). Namun, terkadang ada saja kejadian penagihan yang tidak mengindahkan tata cara yang semestinya, seperti melibahtkan kekerasan secara fisik maupun verbal. Hal ini yang membuat citra debt collector menjadi buruk.

Debt collector yang baik adalah Ia yang menagih hutang sesuai dengan kode etik perusahaan dan regulasi di Indonesia. Terdapat beberapa kode etik dan persyaratan yang harus dipatuhi oleh debt collector. Selain itu, yang tidak kalah penting dan utama adalah kerjasama dari sisi debitur untuk dapat kooperatif dalam membayar hutangnya dengan tepat waktu.

Dasar Hukum Debt Collector

Hingga saat ini belum ada perundang-undangan di Indonesia yang mengatur secara khusus mengenai tata cara penagihan yang dilakukan oleh debt collector. Namun, kita dapat mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia yang menjelaskan etika dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh Lembaga Keuangan atau jasa debt collector dalam melakukan penagihan terhadap debitur yang wanprestasi. Hal tersebut diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP Tanggal 7 Juni 2012 tentang Perubahan Pertama dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/25/DKSP Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Seorang debt collector tidak boleh melakukan paksaan untuk menyita barang-barang milik debitur yang wanprestasi. Penyitaan barang debitur yang wanprestasi hanya boleh dilakukan atas putusan pengadilan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Jika dalam melakukan penagihannya, debt collector tetap melakukan dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan, maka Ia dapat dijerat oleh Pasal 365 ayat (1) KUHP yang berbunyi: “Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.”

Dasar hukum tersebut berlaku tidak hanya untuk Lembaga Keuangan seperti Bank saja, tetapi berlaku bagi Perusahaan Pembiayaan maupun Leasing.

Sumber : https://www.bfi.co.id/
Penulis : Fallas
Editor : Firman Edi
Publisher : Firman Edi