Konflik kerja merupakan fenomena yang lazim terjadi dalam lingkungan organisasi atau tempat kerja. Konflik ini muncul ketika terdapat perbedaan pendapat, tujuan, atau kepentingan antara individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Meskipun dalam kadar tertentu konflik dapat mendorong dinamika dan inovasi, namun apabila tidak dikelola dengan baik, konflik kerja justru dapat membawa dampak negatif yang serius terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja sendiri mencerminkan sejauh mana seorang pekerja merasa nyaman, dihargai, dan puas dengan kondisi pekerjaan serta lingkungan tempat ia bekerja.
Terdapat berbagai jenis konflik kerja, seperti konflik antarpribadi, konflik antarbagian/departemen, dan konflik peran, di mana seseorang merasa memiliki beban tanggung jawab yang tidak sesuai dengan peran atau ekspektasinya. Konflik semacam ini bisa menimbulkan suasana kerja yang tegang, komunikasi yang buruk, serta menurunnya kerja sama antarkaryawan. Ketika seseorang merasa sering berselisih dengan rekan kerja atau atasan, ia cenderung merasa tidak nyaman, tidak dihargai, bahkan kehilangan motivasi dalam bekerja.
Dampak dari konflik kerja terhadap kepuasan kerja sangat signifikan. Karyawan yang terus-menerus terlibat dalam konflik cenderung mengalami stres, kelelahan emosional, hingga kejenuhan kerja (burnout). Kondisi ini membuat individu tidak lagi merasa puas terhadap pekerjaannya, kehilangan rasa memiliki terhadap organisasi, dan pada akhirnya bisa berdampak pada penurunan produktivitas serta niat untuk keluar dari pekerjaan (turnover intention). Konflik yang tidak terselesaikan juga menciptakan lingkungan kerja yang tidak harmonis, yang berpengaruh buruk terhadap moral tim dan performa organisasi secara keseluruhan.
Meski demikian, tidak semua konflik harus dianggap negatif. Konflik yang dikelola dengan efektif justru dapat menjadi pemicu perubahan positif. Organisasi yang memiliki mekanisme penyelesaian konflik yang jelas, seperti forum diskusi terbuka, mediasi, serta pelatihan komunikasi, cenderung mampu menjaga keseimbangan antara perbedaan pendapat dan keharmonisan kerja. Dengan demikian, karyawan merasa didengar, dilibatkan, dan dihargai, yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan mereka terhadap pekerjaan.