PID.kepri.polri.go.id – Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU 13/2006”), belum mengatur secara tegas mengenai perlindungan terhadap anak sebagai saksi.
Untuk itu, ketentuan UU 13/2006 dianggap masih ditemukan kelemahan pengaturan, terutama yang terkait dengan perlindungan terhadap saksi anak. Untuk itu, LPSK telah merumuskan masukan terhadap ketentuan perubahan UU 13/2006 yang mengatur tentang perlindungan anak yang berbunyi:
Pasal 10B
(1) Perlindungan LPSK terhadap anak yang menjadi Saksi dan/atau Korban dapat diberikan setelah mendapat izin dari orang tua atau wali kecuali dalam hal:
- orang tua atau wali anak yang bersangkutan diduga sebagai pelaku tindak pidana terhadap anakyang bersangkutan;
- orang tua atau wali yang patut diduga keras menghalangi anak yang bersangkutan dalam memberikan kesaksian;
- orang tua atau wali yang tidak cakap menjalankan kewajiban sebagai orang tua atau wali;
- anak yang tidak memiliki orang tua atau wali; dan
- anak yang orang tua atau walinya tidak diketahui keberadaannya.
(2) Perlindungan LPSK terhadap anak yang menjadi Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan berdasarkanpenetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat atas permintaan LPSK
Selain itu, ketentuan perlindungan anak sebagai saksi secara umum dapatdilakukan dengan menggunakan ketentuan undang-undang lainnya.Misalnya saja dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dimana menempatkan anak sebagai korban dan saksi serta ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Sumber : Mediaonline.com
Penulis : Juliadi Warman
Editor : Firman Edi
Publish : Juliadi Warman