• Mon. Oct 7th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Asas-Asas Dalam Hukum Acara Pidana (Bag 5)

ByNora listiawati

Jan 22, 2024

pid.kepri.,polri.go.id-

  • Asas Akusator

Asas akusator adalah asas yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai subjek bukan sebagai objek dari setiap tindakan pemeriksaan. Asas ini merupakan asas yang dianut KUHAP yang berbeda dengan asas inkuisatoir yang masih menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai objek pemeriksaan sebagaimana diatur dalam HIR.

Asas inkuisatoir yang dianut dalam  HIR berbeda dengan asas akusator yang dianut dalam KUHAP yang ditandari adanya perubahan istilah salah satu alat bukti. Dalam HIR disebut dengan “pengakuan terdakwa”, sedangkan di dalam KUHAP disebut dengan “keterangan terdakwa”.  Istilah “pengakuan terdakwa” dalam HIR memiliki kecenderungan  terdakwa harus mengakui bahwa dia bersalah, sedangkan istilah “keterangan terdakwa” lebih kepada adanya hak terdakwa untuk membela diri sebagai bentuk perlindungan hak-hak terdakwa.

  • Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan

Asas ini menghendaki dalam pemeriksaan sidang perkara pidana, pemeriksaan tersebut dilaksanakan secara langsung dan lisan. Hal tersebut sangat berbeda dengan acara perdata yang di mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan oleh hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis sebagaimana antara hakim dan terdakwa.

Dasar hukum mengenai asas ini  diatur dalam Pasal 154, 155 KUHAP, dan seterusnya. Dari “asas langsung” tersebut yang dipandang sebagai pengecualian adanya kemungkinan dari putusan hakim yang dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa sendiri yaitu putusan verstek atau in absentia.

Asas ini memiliki tujuan agar pemeriksaan  dapat mencapai kebenaran yang hakiki. Pemeriksaan secara langsung dan lisan memberikan kesempatan kepada hakim untuk lebih teliti dan cermat dimana tidak hanya keterangannya saja yang bisa diteliti tetapi juga sikap dan cara mereka dalam memberikan keterangan.

 

  • Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan, dan salah tuntut (remedy and rehabilitation).

Apabila terdapat seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa alasan yang sah berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti rugi dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan konsekuensi sanksinya bagi para pejabat penegak hukum tersebut apabila dilanggar, dituntut, dipidana, dan atau dikenakan hukuman administrasi. Tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili tanpa alasan yang sah menurut undang-undang atau kekeliruan orangnya atau kekeliruan terhadap hukum yang diterapkan. Dapat diajukan dalam sidang praperadilan apabila perkaranya belum atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, tetapi apabila perkaranya telah diperiksa di Pengadilan Negeri maka tuntutan ganti kerugian dapat diajukan ke Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut baik melalui penggabungan perkara maupun gugatan perdata biasa baik ketika perkara pidananya diperiksa maupun setelah ada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap perkara pidana yang bersangkutan. Mengenai ganti rugi yang disebabkan oleh penangkapan atau penahanan dapat diajukan apabila terjadi:

  1. Penangkapan atau penahanan secara melawan hukum;
  2. Penangkapan atau penahanan tidak berdasarkan undang-undang;
  3. Penangkapan atau penahanan dilakukan untuk tujuan kepentingan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum, dan
  4. Penangkapan atau penahanan salah orangnya (disqualification in person).

Terkait upaya prapradilan tersebut diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP.

membayar penasihat hukum ia dibebaskan dari pembayaran).”

Sumber            : hukumonline.com

Penulis             : Juliadi Warman

Editor              : Firman Edi

Publish            : Nora