• Tue. Apr 29th, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Overmacht / Daya Paksa dalam Hukum Pidana dan Contoh

ByNora listiawati

Aug 13, 2023

pid.kepri.polri.go.id –

Overmacht atau daya paksa ini diatur dalam pasal 48 KUHP mengenai “OVERMACHT / PAKSAAN”. Orang yang melakukan perbuatan yang dapat dihukum, karena ia terdorong oleh suatu sebab paksaan, tidak dapat dihukum. Undang-Undang tidak memberi perumusan dengan apa yang dimaksud dengan paksaan itu. Oleh karenanya guna memahami apa yang dimaksud dengan overmacht, haruslah dipakai cara interprestasi, dan dalam hal ini yang harus ditinjau adalah interprestasi sejarah perundang-undangan.

Maka tampaklah dalam MvT bahwa yang dimaksudkan dengan paksaan oleh pembentuk undang-undang adalah : “setiap kekuatan, setiap paksaan, setiap tekanan, yang tidak dapat dielakkan“.

Setelah diketahui bahwa, apa yang dimaksud dengan paksaan oleh undang-undang, dapatlah diambil kesimpulan, bahwa bukan setiap kekuatan, paksaan atau tekanan merupakan paksaan hanyalah setiap kekuatan, paksaan atau tekanan “yang tidak dapat dielakkan”

Dikutip dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R. SOESILOE), kata “terpaksa” harus diartikan baik paksaan batin, maupun lahir, rohani maupun jasmani. Kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan ialah suatu kekuasaan yang berlebih, kekuasaan yang pada umumnya dianggap tidak dapat dialawan.

Mr. J.E. Jonkers membedakan kekuasaan ini atas 3 macam, ialah :

  1. yang bersifat absolut. Dalam hal ini orang itu tidak dapat berbuat lain. Ia mengalami sesuatu yang sama sekali tidak dapat dielakkan olehnya. Ia tidak mungkin memilih jalan lain.Misalnya orang dipegang oleh orang lain yang kuat, dilempar ke jendela, sehingga kacanya pecah dan mengakibatkan kejahatan merusak barang orang lain.Si A dipegang tangannya oleh si B yang lebih kuat dan dipaksa menulis tanda tangan palsu.Si X dihipnotis oleh Y untuk melakukan suatu peristiwa pidana dan sebagainya.Dalam peristiwa-peristiwa semacam ini dengan tidak usah ada ketentuan pasal 48 mudah dimengerti pula, bahwa orang yang kedua itu tidak dapat dihukum, karena segala sesuatunya yang melakukan adalah orang yang pertama. Orang yang pertama inilah yang berbuat dan dialah yang harus dihukum.
  2. yang bersifat relatif. Disini kekuasaan antar kekuatan yang memaksa orang itu tidak mutlak, tidak penuh. Orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan untuk memilih akan berbuat yang mana. Misalnya A ditodong oleh B dengan pistol disuruh membakar rumah. Jika A tidak lekas membakar rumah itu, pistol yang ditodongkan itu akan ditembakkan.   Dalam pikiran memang mungkin A menolak suruhan itu sehingga ditembak mati, akan tetapi jika ia menuruti perintah membakar rumah itu, meskipun ia berbuat suatu kejahatan toh tidak dihukum, karena ada paksaan tersebut. Bedanya kekuasaan yang bersifat absolut dan yang bersifat relatif itu, bahwa yang bersifat absolut dalam segala sesuatu orang yang memaksa sendiri itulah yang berbuat semaunya, sedangkan pada relatif maka orang yang dipaksa itulah yang berbuat meskipun dalam paksaan.
  3. yang berupa keadaan darurat. Bedanya dengan kekuasaan yang bersifat relatif ialah bahwa pada keadaan darurat ini orang yang dipaksa itu sendirilah yang memilih peristiwa pidana manakah yang ia lakukan, sedangkan pada kekuasaan yang bersifat relatif orang itu tidak memilih, dalam hal ini yang mengambil inisiatif ialah orang yang memaksa. Keadaan darurat contohnya seperti berikut :
  • Dua orang penumpang perahu pecah dilaut mengapung berpegangan pada sebuah papan yang hanya muat untuk satu orang saja. Untuk menolong dirinya maka orang yang satu mendorong tenggelam orang yang lain, sehingga mati. Meskipun perbuatan ini sebenarnya perbuatan pembunuhan, tetapi pembuatnya tidak dapat dihukum, karena dalam keadaan “overmacht”.
  • Untuk menolong seorang yang tertutup dalam rumah yang sedang terbakar, seorang polisi telah memperkosa memecah kaca jendela yang berharga dari rumah itu untuk jalan masuk. Meskipun polisi itu berbuat kejahatan merusak barang orang lain, tetapi tidak dapat dihukum karena ia dalam “overmacht”.
  • Orang mendapat panggilan untuk datang menjadi saksi dalam perkara pidana di Pengadilan Negeri Surabaya dan Jakarta pada hari dan jam yang sama. Ia dapat memilih salah satu tanpa mendapat hukuman dari pelanggaran hukum yang telah ia lakukan terhadap pengadilan yang lain, karena terpaksa oleh suatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan.

 

Sumber : https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/

Penulis         : Fredy Ady Pratama
Editor           : Firman Edi
Publisher     : Firman Edi