pid.kepri.polri.go.id- UU No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT, dimana bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) wajib melakukan upaya:
- a) mencegah KDRT ;
- b) Memberikan perlindungan kepada korban ;
c).Memberikan pertolongan darurat ; dan
d). Mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan ; (vide pasal 15 UU PKDRT).
Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi di dalam relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian. ( vide, pasal 26 ayat 1 UU 23 tahun 2004 tentang PKDRT).
Namun korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau Advokat/Pengacara untuk melaporkan KDRT ke kepolisian (vide, pasal 26 ayat 2). Jika yang menjadi korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan (vide, pasal 27).
Adapun mengenai sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta s/d 500 juta rupiah. ( vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).
Dan perlu diketahui juga, bahwa pada umumnya UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT, bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang suami, tapi juga juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang melakukan kekerasan terhadap suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau pembantunya yang menetap tinggal dalam satu rumah tangga tersebut
Menyinggung tentang Kekerasan pada Anak (child abuse) dan perempuan secara klinis diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau mental. Namun hemat penulis, masalah kekerasan dalam hal ini tidak saja diartikan sebagai suatu tindakan yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental namun juga mengakibatkan gangguan social, karena kekerasan bukan saja dalam bentuk emosional, seksual dan fisik namun juga dalam hal ekonomi, seperti halnya dipaksa jadi pelacur, pembantu, pengamen dan lain sebagainya.
Begitupun sang pelaku bukan saja dapat dilakukan oleh oleh orang-orang terdekat dalam keluarga (KDRT/domestic violence) namun juga di lakukan oleh orang luar, dengan kata lain bukan saja kekerasan tapi sudah masuk kejahatan dan modusnyapun semakin berkembang.
Seperti akhir triwulan pertama tahun 2007 lalu, muncul kasus dengan tingkat ekstrimitas yang tinggi, yakni sejumlah kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya sendiri. Kasus terkini, Maret 2008, seorang ibu membunuh bayi dan balita dengan cara menceburkan mereka ke bak mandi. Modus baru yang perlu diwaspadai, kasus perdagangan anak untuk dijual organ tubuhnya. Menurut laporan dalam suatu pertemuan di Australia, diduga ada anak dari Indonesia yang jadi korban perdagangan anak untuk kepentingan dijual organ tubuhnya. Data kasus yang dilaporkan ke kepolisian, setiap tahun ada sekitar 450 kasus kekerasan pada anak dan perempuan.
Sebanyak 45 perosen dari jumlah kasus itu adalah anak korbannya. (baca Harian Kompas, edisi 14/04/2008). Dari laporan ini modus perdagangan manusia (human trafficking) saja sudah berubah. Dimana awalnya perdagangan manusia hanya dalam hal prostitusi dan buruh kerja, namun akhir-akhir ini berkembang sudah masuk ke dalam perdagangan organ tubuh. Penulis yakin bahwa modus seperti ini bukan saja terjadi pada anak namum juga pada perempuan juga pada para remaja yang berbadan sehat.
Penulis : Firman Edi
Editor : Juliadi Warman
Publish : Firman Edi