• Sat. Oct 26th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Faktor Perdagangan Manusia Bag I

Bysusi susi

Oct 6, 2022

Kepri.polri.go.id – Faktor merupakan hal yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam suatu keadaan. Begitupun dengan praktek perdagangan manusia yang juga memiliki hal yang menyebabkan korban masuk dalam perangkap para pelaku praktek perdagangan manusia.

  1. Faktor Ekonomi

Forrel menyatakan “Traffickers are motivated by money”.  Artinya pelaku perdagangan manusia termotivasi oleh uang. Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perdagangan manusia yang dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak ada atau tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk. Hal inilah yang menyebabkan seseorang untuk mencari pekerjaan meskipun harus keluar dari daerah asalnya dengan resiko yang tidak sedikit. Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di dalam dan keluar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga mereka sendiri.

Selain  kemiskinan, kesenjangan tingkat kesejahteraan antar negara juga menyebabkan perdagangan manusia. Negara-negara yang tercatat sebagai penerima para korban perdagangan manusia dari Indonesia lebih kaya dari Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Saudi Arabia. Hal ini disebabkan mereka memilih harapan akan lebih sejahtera jika bermigrasi ke negara lain.

Selain itu, gaya hidup elit dengan budaya konsumtif sudah mewarnai sebagian masyarakat terutama yang bermukim di perkotaan. Wanita muda berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa perlu perjuangan lebih. Menempuh jalur cepat untuk mendapatkan kemewahan walaupun tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan yang memungkinkan mereka mendapatkan kemawahan itu. Dan bagi para pelaku perdagangan manusia, kondisi inilah yang menjadi peluang untuk menjaring korban untuk diperdagangkan.

Dengan demikian, pengaruh kemiskinan dan kemakmuran dapat merupakan salah satu faktor perdagangan manusia. Oleh karena itu, kemiskinan dan keinginan untuk memperbaiki keadaan ekonomi seseorang masih menjadi faktor sosial yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan.

  1. Ketidakadaan Kesetaraan Gender

Faktor ini memiliki latar belakang yang cukup luas untuk dijadikan salah satu faktor perdagangan manusia. Ketidakadaan kesetaraan gender salah satu faktor perdagangan manusia, yakni sebagai berikut:

Nilai sosial budaya patriarki yang masih kuat menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara. Hal ini ditandai dengan adanya pembakuan peran, yaitu sebagai istri, sebagai ibu, pengelola rumah tangga, dan pendidikan anak-anak di rumah, serta pencari nafkah tambahan dan jenis pekerjaannya pun serupa dengan tugas di dalam rumah tangga. Misalnya menjadi pembantu rumah tangga dan mengasuh anak. Selain peran perempuan tersebut, perempuan juga mempunyai beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan, yang kesemuanya itu berawal dari diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkan mereka tidak atau kurang memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan, serta tidak atau kurang memperoleh manfaat pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki.

Banyak perempuan dan anak yang menjadi korban, hal ini karena dalam masyarakat terjadi perkawinan usia muda yang dijadikan cara untuk keluar dari kemiskinan. Dalam keluarga anak perempuan seringkali jadi beban ekonomi keluarga, sehingga dikawinkan pada usia muda. Mengawinkan anak dalam usia muda telah mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial, karena pertama, tingkat kegagalan pernikahan semacam ini sangat tinggi, sehingga terjadi perceraian dan rentan terhadap perdagangan orang. Setelah bercerai harus menghidupi diri sendiri walaupun mereka masih anak-anak. Pendidikan rendah karena setelah menikah mereka berhenti sekolah dan rendahnya keterampilan mengakibatkan tidak banyak pilihan yang tersedia dan dari segi mental, ekonomi atau sosial tidak siap untuk hidup mandiri, sehingga cenderung memasuki dunia pelacuran sebagai salah satu cara yang paling potensial untuk mempertahankan hidup.

Pernikahan dini seringkali mengakibatkan ketidaksiapan anak menjadi orang tua, sehingga anak yang dilahirkan rentan untuk tidak mendapat perlindungan dan seringkali berakhir pula dengan masuknya anak kedalam dunia eksploitasi seksual komersial. Adanya ketidaksetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan yang membuat perempuan terpojok dan terjebak pada praktek perdagangan manusia. Ini terjadi pada perempuan yang mengalami perkosaan dan biasanya sikap atau respon masyarakat umumnya tidak berpihak pada mereka. Perlakuan masyarakat itu yang mendorong perempuan memasuki dunia eksploitasi seksual komersial. Sebenarnya, keberadaan perempuan di dunia eksploitasi seksual lebih banyak bukan karena kemauan sendiri, tetapi kondisi lingkungan sosial budaya di mana perempuan itu berasal sangat kuat mempengaruhi mereka terjun ke dunia eksploitasi sosial terutama untuk dikirim ke kota-kota besar.

Sumber            : Mediaonline.com

Penulis             : Joni Kasim

Editor              : Nora Listiawati

Publish            : Fredy Ady Pratama