• Wed. Apr 30th, 2025

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Kasus Pidana yang Bisa Dilakukan Penyelesaian Hukum Secara Kekeluargaan

Bysusi susi

Aug 16, 2022

pid.Kepri.polri.go.id – Sebelum membahas penyelesaian hukum secara kekeluargaan, penting untuk diketahui bahwa dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya. Adapun terkait delik ini, terdapat dua jenis delik yang berhubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa.

Delik Aduan dan Delik Biasa

Dalam delik biasa, perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut. Contoh untuk delik biasa atau delik laporan ini, misalnya delik pembunuhan (Pasal 338 KUHP), pencurian (Pasal 362 KUHP), dan penggelapan (Pasal 372 KUHP).

Sementara itu, berbeda dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.

Contoh delik aduan, misalnya perzinaan (Pasal 284 KUHP), pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP), fitnah (Pasal 311 KUHP), dan penggelapan/pencurian dalam kalangan keluarga (Pasal 367 KUHP). Kemudian, sebagaimana diterangkan dalam Pasal 75 KUHP, orang yang mengajukan delik aduan atau membuat pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.

Menjawab pertanyaan Anda, sebagaimana diterangkan, tindak pidana pembunuhan seperti yang Anda tanyakan termasuk dalam delik biasa atau delik laporan. Dengan kata lain, proses hukum terhadap tersangka akan tetap berjalan walaupun seandainya pihak keluarga korban sudah memaafkan tersangka.

Yang Menentukan Berat Ringannya Hukuman Pidana

Dapat kami sampaikan bahwa, keikhlasan dari keluarga korban tidak dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutus hukuman terdakwa menjadi ringan. Pasalnya, berat ringannya hukuman pidana yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa didasarkan pada penilaian hakim akan sifat baik dan jahat terdakwa tersebut.[1]

Lebih lanjut, diterangkan bahwa penilaian tersebut bertujuan agar putusan yang dijatuhkan sesuai dan adil dengan kesalahan yang dilakukannya.[2]

Selain itu, terkait berat-ringannya hukuman pidana yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa, terdapat pula pengaturan dalam UU SPPA bahwa penjatuhan pidana mati dan pidana seumur hidup tidak diberlakukan terhadap anak.[3] Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 10 tahun.[4]

Proses Diversi dalam Peradilan Pidana Anak

Informasi tambahan untuk Anda, dalam UU SPPA dikenal adanya Diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.[5] Kemudian, terkait diversi ini diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 UU SPPA.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.[6]

Akan tetapi, proses diversi ini hanya dapat dilakukan untuk tindak pidana yang ancaman hukuman pidana di bawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.[7]

Jadi, terkait penyelesaian hukum secara kekeluargaan dalam tindak pidana yang termasuk delik biasa/delik laporan, walaupun korban tindak pidana tersebut telah memaafkan pelaku, proses hukum akan tetap dijalankan.

Adapun tindak pidana yang memungkinkan untuk dilakukan penyelesaian hukum secara kekeluargaan adalah tindak pidana yang termasuk delik aduan seperti pencemaran nama baik, penghinaan, perzinahan, pencurian/penggelapan dalam keluarga, dan delik aduan lainnya.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sumber : Hukumonline.com

Penulis : Joni Kasim

Editor  : Nora Listiawati

Publish : Fredy Ady Pratama