kepri.polri.go.id- Membuka lahan dengan cara membakar hutan merupakan hal yang secara tegas dilarang dalam undang-undang, yakni diatur dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h UU PPLH yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”
Namun, ketentuan pembukaan lahan dengan cara membakar ini memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Ini artinya, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
Adapun ancaman pidana bagi yang melakukan pembakaran lahan adalah penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10tahun serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
- UU Perkebunan
Sementara, undang-undang lain yang mengatur tentang larangan membuka lahan dengan cara membakar dapat kita temukan dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (“UU Perkebunan”). Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang yang dengan sengaja membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Sejalan dengan UU PPLH dan UU Perkebunan, aturan lain soal membuka lahan dengan cara membakar dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (“Permen LH 10/2010”).
Pasal 4 ayat (1) Permen LH 10/2010:
Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa.
Namun, pembakaran lahan ini tidak berlaku pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering.
Menurut Peraturan Daerah
Serupa dengan apa yang diatur dalam UU PPLH dan Permen LH 10/2010, ada pula peraturan daerah setempat yang “membolehkan” membuka lahan dengan cara membakar, namun ada syaratnya.
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah (“Pergub Kalteng 52/2008”) sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 (“Pergub Kalteng 15/2010”).
Setiap orang yang melakukan kegiatan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara pembakaran, harus dilaksanakan secara terbatas dan terkendali, setelah mendapat izin dari pejabat berwenang.
Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali harus mendapatkan izin dari Bupati/Walikota.[6] Semua perizinan pembakaran terbatas dan terkendali dinyatakan tidak berlaku apabila Gubernur mengumumkan status “BERBAHAYA” berdasarkan Indeks Kebakaran dan/atau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sampai tingkat kebakaran dan/atau keadaan darurat pencemaran udara dinyatakan berhenti.
Kewenangan pemberian izin dengan luas lahan di bawah 5 Ha, dilimpahkan kepada:
- Camat, untuk luas lahan di atas 2 Ha sampai dengan 5 Ha;
- Lurah/Kepala Desa, untuk luas lahan di atas 1 Ha sampai dengan 2 Ha;
- Ketua RT, untuk luas lahan sampai dengan 1 Ha
Penulis : Firman Edi
Editor : Nora Listiawati
Publisher : Firman Edi