Tribratanews.kepri.polri.go.id – Sekalipun sudah berkali-kali ditegur, tapi sepertinya masih banyak pengguna mobil pribadi yang memasang strobo dan sirene di mobilnya, seakan-akan mereka meminta diprioritaskan di jalanan. Apakah sebenarnya masyarakat umum memang diperbolehkan memasang benda itu di kendaraannya?
Ingin Masalah Anda Segera Tuntas?
Percayakan masalah hukum Anda ke ahlinya. Hubungi konsultan hukum profesional, hanya Rp299.000,- per 30 menit.
Konsultasikan Masalah Anda
Powered by: Justika Logo
Ulasan Lengkap
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).
Aturan Umum Penggunaan Sirene
Pertama-tama, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud sebagai strobo adalah lampu yang berkedap-kedip dengan cepat, sebagaimana diuraikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kemendikbud Daring yang kami akses dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Di dalam UU LLAJ, strobo ini dikenal dengan istilah lampu isyarat.
Masih bersumber dari laman yang sama, sirene adalah alat untuk menghasilkan bunyi yang mendengung keras (sebagai tanda bahaya dan sebagainya).
UU LLAJ sendiri mengatur bahwa untuk kepentingan tertentu, kendaraan bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.[1] Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat berwarna merah atau biru sebagai tanda memiliki hak utama untuk kelancaran dan lampu isyarat berwarna kuning sebagai tanda yang memerlukan perhatian khusus dari pengguna jalan untuk keselamatan.[2]
Lampu isyarat tersebut terdiri atas warna merah, biru, dan kuning. Lampu isyarat warna merah atau biru serta sirene berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama. Adapun lampu isyarat warna kuning berfungsi sebagai tanda peringatan kepada pengguna jalan lain.[3]
Lebih lanjut, penggunaan lampu isyarat dan sirene diatur sebagai berikut:[4]
Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan
Lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.
Pengguna Jalan yang Diutamakan
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Pasal 59 ayat (3) UU LLAJ telah mengatur bahwa lampu isyarat warna merah atau biru serta sirene berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama. Yang dimaksud sebagai “kendaraan bermotor yang memiliki hak utama” sendiri adalah kendaraan bermotor yang mendapat prioritas dan wajib didahulukan dari pengguna jalan lain.[5]
Berbagai kategori kendaraan bermotor pengguna jalan dengan hak utama kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 134 UU LLAJ, yang berbunyi:
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
ambulans yang mengangkut orang sakit;
Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
iring-iringan pengantar jenazah; dan
konvoi dan/ atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene. Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya pengguna jalan dengan hak utama tersebut. Alat pemberi isyarat lalu lintas dan rambu lalu lintas tidak berlaku bagi kendaraan yang mendapatkan hak utama.[6]
Sanksi Pidana
Uraian di atas menunjukkan bahwa UU LLAJ sejatinya telah mengatur jenis kendaraan apa saja yang dapat menggunakan sirene. Dengan demikian, menurut hemat kami, Anda dapat mengabaikan kendaraan-kendaraan pengguna sirene yang tidak memenuhi kriteria di atas.
Bahkan, penggunaan strobo dan/atau sirene pada kendaraan secara sembarangan dapat berujung pada sanksi pidana. UU LLAJ mengatur bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu.[7]
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Penulis : Joni Kasim
Editor : Nora Listiawati
Publish : Joni Kasim