kepri.polri.go.id- Untuk menerapkan pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap seseorang yang sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, agar orang tersebut dapat dijatuhi hukuman, maka perbuatan pelaku harus memenuhi unsur-unsur pasal.
Adapun unsur-unsur pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah :
- Unsur subjektif; dengan sengaja
Dalam pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana “dengan sengaja” merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan secara sengaja, sehingga penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa tentang :
Adanya “kehendak” pada terdakwa untuk memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun lisan, olehnya sendiri maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu.
Adanya “pengetahuan” terdakwa bahwa keterangan di atas sumpah yang diberikan secara lisan atau tulisan, olehnya sendiri maupun oleh kuasanya yang ditunjuk untuk itu adalah merupakan suatu keterangan palsu.
Jika “kehendak” ataupun “pengetahuan” ataupun salah satu dari kehendak dan pengetahuan terdakwa tersebut ternyata tidak dapat mereka buktikan, maka dengan sendirinya tidak ada alasan bagi mereka untuk menyatakan bahwa terdakwa terbukti mempunyai kesengajaan dalam melakukan delik yang didakwakan kepadanya, sehingga hakim harus memberikan putusan beban bagi terdakwa.
- Unsur-unsur objektif;
Barang siapa;
Unsur objektif pertama dari delik yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu adalah unsur barangsiapa. Kata “barangsiapa” itu menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari delik yang dimaksudkan dalam pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka ia dapat dipandang sebagai pelaku dari delik tersebut. Subyek dari pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini adalah barangsiapa, tapi jika diperhatikan rumusan selanjutnya yang berbunyi olehnya sendiri maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, dapat timbul persoalan, apakah kuasa khusus tersebut mungkin dikualifikasikan sebagai subjek.
Jika kuasa khusus tersebut mempunyai pengetahuan/kesadaran yang sama dengan subyek mengenai kepalsuan keterangan tersebut, maka dalam hal ini sang kuasa khusus itu dapat dikualifikasikan sebagai subjek. Dan sehubungan dengan perumusan tindakan terlarang dalam pasal ini maka kemungkinan yang dapat menjadi subyek tindak pidana antara lain adalah saksi, saksi ahli, juru bahasa, pemiutang, posisi yang membuat berita acara suatu perkara pidana.
Menjadi saksi dalam suatu perkara di depan sidang pengadilan adalah merupakan suatu kewajiban setiap orang, dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran dalam masyarakat, karena tegaknya keadilan dan kebenaran tersebut adalah untuk kepentingan bersama.
Oleh karena itu setiap orang yang melihat suatu peristiwa atau mengetahui peristiwa tersebut diharapkan tidak akan menghindarkan diri dari kewajiban sebagai saksi bahkan dengan sukarela dan ikhlas mengajukan diri sebagai saksi, dan bukannya malah ketakutan apabila mendapatkan surat panggilan dari pengadilan untuk menghadap sebagai saksi seperti yang terjadi dewasa ini, dimana sebagian besar masyarakat memperlihatkan sikap ketakutan apabila di panggil sebagai saksi.
Penulis : Firman Edi
Editor : Nora Listiawati
Publisher : Firman Edi