• Sun. Oct 6th, 2024

PID Polda Kepri

Pengelola Informasi & Dokumentasi Polri

Membangun Empati antara Polri dan Masyarakat Bag I

Bysusi susi

Apr 1, 2022

Tribratanews.kepri.polri.go.id – Empati berasal dari bahasa Yunani, kombinasi en (di, pada) dan pathos (perasaan, penderitaan). Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, empati adalah kemampuan memahami orang lain (perasaannya, kebutuhannya, pengalamannya, dll.). Yang memerlukan kemampuan ini bukan hanya anggota Polri, tetapi setiap orang. Dalam uraian ini, yang ditekankan adalah bagaimana anggota polri dapat meningkatkan empati terhadap masyarakat, sehingga masyarakat juga berempati terhadap Polri.

Perlu ditekankan di sini bahwa polisi yang memiliki empati bukanlah polisi yang lembek dan main perasaan. Justru sebaliknya: Polisi yang berempati memiliki dua ciri yang saling berhubungan:

Pertama, setia melaksanakan tugas pokok dan fungsi profesi polisi.

Kedua, peduli terhadap, dan memahami, kebutuhan, keprihatinan, dan keinginan masyarakat.

Polisi yang memiliki empati tinggi memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang lebih tinggi juga. Karena polisi berusaha memahami dan peduli dengan kebutuhan, kepentingan, dan keprihatinan masyarakat, maka polisi memiliki bekal informasi dan pengetahuan yang diperlukan supaya profesinya dapat dijalankan lebih baik.

Sebagai bagian dari kecerdasan emosi (emotional intelligence), empati menurut Daniel Goleman terdiri dari beberapa ciri berikut:

  • Memahami orang lain
  • Mengembangkan orang lain
  • Berorientasi pelayanan
  • Memanfaatkan kepelbagaian
  • Kesadaran politik
  1. Memahami orang lain

Kadang-kadang, kita ingin orang lain memahami kita, tapi kita tidak berusaha memahami orang lain. Empati menekankan perlunya memahami orang lain, termasuk masalahnya, keprihatinannya, kebutuhannya, kepentingannya, perasaannya, dan perspektifnya. Ini merupakan unsur empati yang paling sering disebutkan.

Salah satu mekanisme yang paling tepat supaya polisi memahami masyarakat ialah dengan perjumpaan dan dialog dengan anggota masyarakat dari berbagai latar belakang. Dialog dan perjumpaan ini mencakup pembicaraan dan sharing yang lebih dalam dari sekedar basa-basi, karena tujuannya adalah memahami. Dalam perjumpaan dan dialog polisi-masyarakat ini, polisi dapat juga menjelaskan kepada masyarakat mengenai tugas dan fungsi polisi.

  1. Mengembangkan orang lain

Kalau kita mengerti orang lain, kita dapat mengembangkan dan meningkatkan orang lain tersebut. Seorgan pimpinan dalam organisasi Polri yang mengerti keadaan anak buahnya akan dapat mengembangkan anak buahnya sehingga kapasitas dan kinerjanya semakin meningkat. Semakin cepat anak buah berkembang, semakin cepat meraka ”menyundul” kita dari bawah, sehingga sang pemimpin lebih tinggi dan naik prestasinya.

Dalam kaitannya dengan masyarakat, mengembangkan orang lain berarti kemampuan anggota Polri mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat supaya keadaan meningkat, misalnya tindak pidana berkurang, kerjasama sosial berkembang, dan suasana saling percaya tumbuh di masyarakat. Kemudian, polisi membantu masyarakat mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut. Polisi juga dapat memberikan penghargaan bagi masyarakat atau unsur masyarakat yang berhasil dalam hal tertentu.

  1. Berorientasi pelayanan

Polisi sering menggambarkan diri sebagai ”pelayan masyarakat.” Ini sudah tepat dan selaras dengan empati. Polisi perlu memahami, mengenal, dan memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang dilayani. Yang perlu diusahakan adalah bagaimana supaya anggota polisi setia kepada tugas ini dan tidak menciderai dan menghianatinya. Kalau ada masyarakat yang mendatangi kantor polisi, polisi harus melayaninya sehingga warga masyarakat tersebut merasa dihargai.

Ketika melayani masyarakat, beberapa hal perlu dihindari. Yang pertama, anggota Polri perlu bertindak adil dan tanpa pandang bulu, karena pelayanan terhadap masyarakat memang harus adil dan tanpa pandang bulu. Jika tidak, namanya bukan pelayanan melainkan diskriminasi. Yang kedua, polisi perlu menghindari bias supaya tidak memengaruhi keputusan dan tindakan polisi. Bias tersebut bisa bersumber dari agama, pandangan terhadap golongan atau ras tertentu, atau pandangan terhadap kelompok masyarakat tertentu seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

  1. Memanfaatkan kemajemukan

Masyarakat pada umumnya majemuk, terdiri dari berbagai latar belakang suku, agama dan aliran kepercayaan, kelompok umur, gender, gaya hidup, aliran politik, kebutuhan, status ekonomi dan sosial, dan lain-lain. Selain itu, ada warga masyarakat yang jiwanya sehat, ada yang kurang sehat. Ada yang normal, ada yang berkebutuhan khusus karena menyandang disabilitas.

Polisi perlu memahami kepelbagaian di masyarakat. Untuk itu, polisi dapat melakukan pemetaan kepelbagaian dan kemajemukan di lingkungan kerja Polri. Hasilnya dibicarakan bersama dan digunakan dalam rangka melaksanakan tugas profesi Polri. Individu dan kelompok yang berbeda di masyarakat harus mendapatkan perhatian dan perlindungan yang setara, sehingga masing-masing berada pada posisi yang terbaik – tidak ada yang mengalami penindasan dan diskriminasi. Dengan demikian, kemajemukan dan kepelbagaian di masyarakat menjadi peluang dan modal membangun kondisi masyarakat yang lebih baik.

  1. Kesadaran politik

Di masyarakat Indonesia, seperti disebutkan di atas, ada banyak kelompok warga yang memiliki latar belakang berbeda. Seorang anggota polisi disebut memiliki kesadaran politik apabila dia menyadari dan mengetahui beberapa implikasi situasi tersebut, khususnya yang akan memengaruhi kinerja polisi. Beberapa ciri yang dapat diterakan di sini adalah:

Pertama, polisi mengetahui relasi dan hubungan kekuasaan di antara berbagai kelompok dan kekuatan sosial-politik di masyarakat, termasuk partai politik. Kedua, polisi mengumpulkan bahan dan informasi mengenai pola-pola hubungan kerjasama dan konflik di masyarakat. Ketiga, mengidentifikasi apa saja sumber konflik dan ketegangan yang dapat menimbulkan tindak pidana atau kekerasan kelompok di masyarakat.

 

Penulis : Joni Kasim

Editor    : Nora Listiawati

Publish : Fredy Ady Pratama